Selasa, 18 Juli 2017

Perlahan tanganku menangkap toketnya Ana meringis

Perlahan tanganku menangkap toketnya  Ana meringis Skandal 17 Th. - Saya terbangun karna ponsel ku berdering. Kulihat Dina, abg yang kugarap barusan malam, masih tetap terlelap. Toketnya yang montok bergerak bersamaan dengan tarikan napasnya. 



Ingin saya menekuninya sekali lagi, namun rekanku Ardi tengah menanti diujung ponsel. Saya keluar kamar agar Dina tidak terganggu dengan perbincanganku. “Baru bangun ya”, terdengar nada Ardi diujung sana. “Iya, ingin ngapain pagi gini dah nelpon, masih tetap ngantuk”, jawabku. “Gini ari baru bangun, telah jam 10 nih. Tentu ngegarap abg ya”. “La iya lah”, jawabku. “Ada apa”. “Tukeran abg yuk, saya semalam main ama pembantu sebelah”. “Pembantu? emangnya tidak ada cewek yang lain”, kataku, rada kesel. Masak Dina ingin dituker ama pembantu. “Tunggu dahulu, agar pembantu Ana cantik kaya anak gedongan. Bodinya montok banget serta napsunya gede banget, maunya terus2an main. Kamu tentu senang lah main ama dia”. “Masak sich, jika cewekku Dina, anak skolahan, montok serta binal jika di ranjang”, jawabku sekali lagi. “Ya telah, kita tukeran saja, ingin tidak. Jika ingin saya ama Ana cabut kerumahmu sekarang”. Saya tertarik dengan juga tawaran, ingin juga saya ngeliat kaya apa sich pembantu yang tuturnya kaya anak gedongan, “Ok, dateng aja”. Perbincangan berhenti. Saya kembali pada kekamar. 


Dina telah bangun. “Ada apa om, ingin maen sekali lagi gak”, tuturnya sembari tersenyum. “Belum senang semalem ya Din. Teman om barusan nelpon ngajakin om tuker pasangan. Dina ingin tidak maen ama temannya om. Dia juga pakar kok nggarap cewek abg kaya Dina”, jawabku. “Kalo nikmat ya Dina sich ingin aja”, Dina bangun dari tempat tidur serta masuk kamar mandi. Saya menyusulnya. Sesungguhnya saya napsu sekali lagi ngeliat Dina yang masih tetap telanjang bulat, namun karna Ana ingin dateng ya saya tahan saja napsuku. Kita mandi sama sembari sama-sama menyabuni hingga kon tolku ngaceng sekali lagi. “Om, kon tolnya ngaceng sekali lagi tuch, maen sekali lagi yuk”, ajak Dina sembari ngocok kon tolku. “Kan Dina ingin maen ama temannya om, kelak saja maennya. Teman om ama ceweknya sekali lagi menuju kemari”, jawabku. Setelah mandi, kita sarapan dahulu. Dina tetep saja bertelanjang bulat sesaat saya hanya pakai celana pendek saja. Usai makan saya menarik Dina saung di tepi kolam renang yang ada dibelakang rumahku. Dina kupeluk serta kuciumi sesaat tanganku repot meremes2 toket montoknya. Dinapun tidak ingin kalah, kon tolku digosok2nya dari luar celana ku. 


Tengah asyik, Ardi serta Ana datang. Ardi telah umum jika masuk rumahku segera nyelonong saja kedalem, karna kami miliki kunci tempat tinggal masing2. Ana nyatanya cantik juga, seperti bintang sinetron berdarah arab yang saya lupa namanya. Ana make pakean ketat, hingga toketnya yang besar terlihat begitu menonjol. Pantatnya yang besar juga terlihat begitu menggairahkan. Ana terperanjat lihat Dina yang bertelanjang bulat. Kuperkenalkan Dina pada Ardi, Ardi segera menggandeng Dina masuk ke tempat tinggal. 


“An, Ardi katakan dia nikmat banget ngen tot sama kamu, no nok kamu dapat ngempot ya, saya jadi kepingin merasakan diempot juga”, kataku sembari mencium pipinya. “An, kamu napsuin banget, tetek besar serta pantat juga besar”. “Dina kan juga napsuin pak”, jawabnya sembari duduk disebelahku di dipan. “Jangan panggil pak dong, panggil om. Kan saya belum juga tua”, kataku sembari memeluknya. Kucium pipinya sembari jemariku membelai-belai sisi belakang telinganya. Matanya terpejam seakan nikmati usapan tanganku. Kupandangi berwajah yang manis, hidungnya yang mancung lantas bibirnya. Tidak tahan terlalu lama menanti pada akhirnya saya mencium bibirnya. Kulumat mesra lantas kujulurkan lidahku. Mulutnya terbuka perlahan-lahan terima lidahku. Lama saya mempermainkan lidahku didalam mulutnya. Lidahnya demikian agresif menyikapi permainan lidahku, beberapa hingga nafas kami berdua jadi tidak teratur. Sebentar ciuman kami berhenti untuk menarik nafas, lantas kami mulai berpagutan sekali lagi serta sekali lagi. Kubelai pangkal lengannya yang terbuka. Kubuka telapak tanganku hingga jempolku dapat meraih permukaan dadanya sembari membelai pangkal lengannya. Bibirku saat ini turun menyapu lehernya bersamaan telapak tanganku memperoleh toketnya. Ana menggeliat seperti cacing kepanasan terserang terik mentari. Nada rintihan berkali-kali keluar dari mulutnya di waktu lidahku menjulur nikmati lehernya yang tahap. “Om…. ” Ana memegang tanganku yang tengah meremas toketnya dengan penuh napsu. Bukanlah untuk menghindar, karna dia membiarkan tanganku mengelus serta meremas toketnya yang montok. ”An, saya menginginkan lihat toketmu”, ujarku sembari menyeka sisi puncak toketnya yang menonjol. Dia menatapku. Ana pada akhirnya buka tank top ketatnya di depanku. Saya terkagum-kagum memandang toketnya yang tertutup oleh BH berwarna hitam. Toketnya demikian membusung, menantang, serta naik turun bersamaan dengan desah nafasnya yang memburu. Sembari berbaring Ana buka pengait BH-nya di punggungnya. Punggungnya melengkung indah. Saya menahan tangan Ana saat dia berusaha untuk turunkan tali BH-nya dari atas pundaknya. Malah dengan kondisi BH-nya yang longgar karna tanpa ada pengait sesuai sama itu membuat toketnya makin menantang. “toketmu bagus, An”, saya coba mengungkap keindahan pada badannya. Perlahan-lahan saya menarik turun cup BH-nya. Mata Ana terpejam. Perhatianku terlalu fokus ke pentilnya yang berwarna kecoklatan. Lingkarannya tidak demikian besar tengah ujungnya demikian runcing serta kaku. Kuusap pentilnya lantas kupilin dengan jemariku. Ana mendesah. Mulutku turun menginginkan mencicipi toketnya. “Egkhh.. ” rintih Ana saat mulutku melumat pentilnya. 


Kupermainkan dengan lidah serta gigiku. Sesekali kugigit pentilnya lantas kuisap kuat-kuat hingga membuat Ana menarik rambutku. Senang nikmati toket yang samping kiri, saya mencium toket Ana yang satunya yang belum juga pernah kunikmati. Rintihan-rintihan serta desahan kesenangan keluar dari mulut Ana. Sembari menciumi toket Ana, tanganku turun membelai perutnya yang datar, berhenti sesaat di pusarnya lantas perlahan-lahan turun mengelilingi lembah dibawah perut Ana. Kubelai pahanya samping dalam terlebih dulu sebelumnya saya mengambil keputusan untuk meraba no noknya yang masih tetap tertutup oleh celana jeans ketat yang dipakai Ana. Saya dengan mendadak hentikan aktivitasku lantas berdiri di samping dipan. Ana tertegun sesaat memandangku, lantas matanya terpejam kembali saat saya buka jeans warna hitamnya. Saya masih tetap berdiri sembari melihat badan Ana yang tergolek di dipan, menantang. Kulitnya yang tidaklah terlalu putih membuat mataku tidak bosan melihat. Perutnya demikian datar. Celana jeans ketat yang dipakainya telihat sangat longgar pada pinggangnya tetapi di bagian pinggulnya demikian cocok untuk tunjukkan lekukan pantatnya yang prima. Senang melihat badan Ana, saya lantas membaringkan badanku disebelahnya. Kurapikan untaian rambut yang menutupi bagian-bagian pada permukaan muka serta leher Ana. Kubelai sekali lagi toketnya. Kucium bibirnya sembari kumasukkan air liurku kedalam mulutnya. Ana menelannya. Tanganku turun ke sisi perut lantas menerobos masuk lewat pinggang celana jeans Ana yang memanglah agak longgar. Jemariku bergerak lincah menyeka serta membelai selangkangan Ana yang masih tetap tertutup CDnya. jari tengah tanganku membelai permukaan CDnya pas di atas no noknya, basah. Saya selalu mempermainkan jari tengahku untuk menggelitik sisi yang paling pribadi badan Ana. Pinggul Ana perlahan-lahan bergerak ke kiri, ke kanan serta kadang-kadang bergoyang untuk menetralkan kemelut yang dirasakannya.


aku menyuruh Ana untuk membuka celana jeans yang dipakainya. Tangan kanan Ana berhenti pada permukaan kancing celananya. Ana lalu membuka kancing dan menurunkan reitsliting celana jeansnya. CD hitam yang dikenakannya begitu mini sehingga jembut keriting yang tumbuh di sekitar no noknya hampir sebagian keluar dari pinggir CDnya. Aku membantu menarik turun celana jeans Ana. Pinggulnya agak dinaikkan ketika aku agak kesusahan menarik celana jeans Ana. Akupun melepas celana pendekku. Posisi kami kini sama-sama tinggal mengenakan CD. Tubuhnya semakin seksi saja. Pahanya begitu mulus. Memang harus kuakui tubuhnya begitu menarik dan memikat, penuh dengan sex appeal. Kami berpelukan. Kutarik tangan kirinya untuk menyentuh kon tolku dari luar CD ku. “Oh..” Ana menyentuh kon tolku yang tegang. “Kenapa, An?” tanyaku. Ana tidak menjawab, malah melorotkan CD ku. Langsung kon tolku yang panjangnya kira-kira 18 cm serta agak gemuk dibelai dan digenggamnya. Belaiannya begitu mantap menandakan Ana juga begitu piawai dalam urusan yang satu ini. “Tangan kamu pintar juga ya, An,”´ ujarku sambil memandang tangannya yang mengocok kon tolku. “Ya, mesti dong!” jawabnya sambil cekikikan. “Om sama Dina semalem maen berapa kali?” tanyanya sambil terus mengurut-urut kon tolku. “Kamu sendiri semalem maen berapa kali sama Ardi?” aku malah balik berrtanya. Mendapat pertanyaan seperti itu entah kenapa nafsuku tiba-tiba semakin liar. Ana akhirnya bercerita kalau Ardi napsu sekali tadi malem menggeluti dia. Mau berapa kali Arif meminta, Ana pasti melayaninya. Mendengar perjelasan begitu jari-jariku masuk dari samping CD langsung menyentuh bukit no nok Ana yang sudah basah. Telunjukku membelai-belai i tilnya sehingga Ana keenakan. “Kamu biasa ngisep kan, An?” tanyaku. Ana tertawa sambil mencubit kon tolku. Aku meringis. “Kalo punya om mana bisa?” ujarnya. “Kenapa memangnya?” tanyaku penasaran. “Nggak muat di mulutku,” selesai berkata demikian Ana langsung tertawa kecil. “Kalau yang dibawah, gimana?” tanyaku lagi sambil menusukkan jari tengahku ke dalam no noknya. Ana merintih sambil memegang tanganku. Jariku sudah tenggelam ke dalam liang no noknya. Aku merasakan no noknya berdenyut menjepit jariku. Ugh, pasti nikmat sekali kalau kon tolku yang diurut, pikirku. Segera CD nya kulepaskan.


Perlahan tanganku menangkap toketnya dan meremasnya kuat. Ana meringis. Diusapnya lembut kon tolku keras banget. Tangannya begitu kreatif mengocok kon tolku sehingga aku merasa keenakan. Aku tidak hanya tinggal diam, tanganku membelai-belai toketnya yang montok. Kupermainkan pentilnya dengan jemariku, sementara tanganku yang satunya mulai meraba jembut lebat di sekitar no nok Ana. kuraba permukaan no nok Ana. Jari tengahku mempermainkan i tilnya yang sudah mengeras. kon tolku kini sudah siap tempur dalam genggaman tangan Ana, sementara no nok Ana juga sudah mulai mengeluarkan cairan kental yang kurasakan dari jemari tanganku yang mengobok-obok no noknya. Kupeluk tubuh Ana sehingga kon tolku menyentuh pusarnya. Tanganku membelai punggung lalu turun meraba pantatnya yang montok. Ana membalas pelukanku dengan melingkarkan tangannya di pundakku. Kedua telapak tanganku meraih pantat Ana, kuremas dengan sedikit agak kasar lalu aku menaiki tubuhnya. Kaki Ana dengan sendirinya mengangkang. Kuciumi lagi lehernya yang jenjang lalu turun melumat toketnya. Telapak tanganku terus membelai dan meremas setiap lekuk dan tonjolan pada tubuh Ana. Aku melebarkan kedua pahanya sambil mengarahkan kon tolku ke bibir no noknya. Ana mengerang lirih. Matanya perlahan terpejam. Giginya menggigit bibir bawahnya untuk menahan laju birahinya yang semakin kuat. Ana menatap aku, matanya penuh nafsu seakan memohon kepadaku untuk memasuki no noknya.”Aku ingin mengen totmu, An” bisikku pelan, sementara kepala kon tolku masih menempel di belahan no nok Ana. Kata ini ternyata membuat wajah Ana memerah. Ana menatapku sendu lalu mengangguk pelan sebelum memejamkan matanya. aku berkonsentrasi penuh dengan menuntun kon tolku yang perlahan menyusup ke dalam no nok Ana.


Terasa seret, memang, nikmat banget rasanya. Perlahan namun pasti kon tolku membelah no noknya yang ternyata begitu kencang menjepit kon tolku. no noknya begitu licin hingga agak memudahkan kon tolku untuk menyusup lebih ke dalam. Ana memeluk erat tubuhku sambil membenamkan kuku-kukunya di punggungku hingga aku agak kesakitan. Namun aku tak peduli. “Om, gede banget, ohh..” Ana menjerit lirih. Tangannya turun menangkap kon tolku. “Pelan om”. Soalnya aku tahu pasti ukuran kon tol Ardi tidaklah sebesar yang kumiliki. Akhirnya kon tolku terbenam juga di dalam no nok Ana. Aku berhenti sejenak untuk menikmati denyutan-denyutan yang timbul akibat kontraksi otot-otot dinding no nok Ana. Denyutan itu begitu kuat sampai-sampai aku memejamkan mata untuk merasakan kenikmatan yang begitu sempurna. Kulumat bibir Ana sambil perlahan-lahan menarik kon tolku untuk selanjutnya kubenamkan lagi. Aku menyuruh Ana membuka kelopak matanya. Ana menurut. Aku sangat senang melihat matanya yang semakin sayu menikmati kon tolku yang keluar masuk dari dalam no noknya. “Aku suka no nokmu, An.. no nokmu masih rapet” ujarku sambil merintih keenakan. Sungguh, no nok Ana enak sekali. “Kamu enak kan, An?” tanyaku lalu dijawab Ana dengan anggukan kecil. Aku menyuruh Ana untuk menggoyangkan pinggulnya. Ana langsung mengimbangi gerakanku yang naik turun dengan goyangan memutar pada pinggangnya. “Suka kon tolku, An?” tanyaku lagi. Ana hanya tersenyum. kon tolku seperti diremas-remas ditambah jepitan no noknya. “Ohh.. hh..” aku menjerit panjang. Rasanya begitu nikmat. Aku mencoba mengangkat dadaku, membuat jarak dengan dadanya dengan bertumpu pada kedua tanganku. Dengan demikian aku semakin bebas dan leluasa untuk mengeluar-masukkan kon tolku ke dalam no nok Ana.


Kuperhatikan kon tolku yang keluar masuk dari dalam no noknya. Dengan posisi seperti ini aku merasa begitu jantan. Ana semakin melebarkan kedua pahanya sementara tangannya melingkar erat di pinggangku. Gerakan naik turunku semakin cepat mengimbangi goyangan pinggul Ana yang semakin tidak terkendali. “An.. enak banget, kamu pintar deh.” ucapku keenakan. “Ana juga, om”, jawabnya. Ana merintih dan mengeluarkan erangan-erangan kenikmatan. Berulang kali mulutnya mengeluarkan kata, “aduh” yang diucapkan terputus-putus. Aku merasakan no nok Ana semakin berdenyut sebagai pertanda Ana akan mencapai puncak pendakiannya. Aku juga merasakan hal yang sama dengannya, namun aku mencoba bertahan dengan menarik nafas dalam-dalam lalu bernafas pelan-pelan untuk menurunkan daya rangsangan yang kualami. Aku tidak ingin segera menyudahi permainan ini hanya dengan satu posisi saja. Aku mempercepat goyanganku ketika kusadari Ana hampir nyampe. Kuremas toketnya kuat seraya mulutku menghisap dan menggigit pentilnya. Kuhisap dalam-dalam. “Ohh.. hh.. om..” jerit Ana panjang. Aku membenamkan kon tolku kuat-kuat ke no noknya sampai mentok agar Ana mendapatkan kenikmatan yang sempurna. Tubuhnya melengkung indah dan untuk beberapa saat lamanya tubuhnya kejang. Kepalaku ditarik kuat terbenam diantara toketnya. Pada saat tubuhnya menyentak-nyentak aku tak sanggup untuk bertahan lebih lama lagi. “An, aakuu.. keluaarr, Ohh.. hh..” jeritku. Ana yang masih merasakan orgasmenya mengunci pinggangku dengan kakinya yang melingkar di pinggangku. Saat itu juga aku memuntahkan peju hangat dari kon tolku. Kurasakan tubuhku bagai melayang. secara spontan Ana juga menarik pantatku kuat ke tubuhnya. Mulutku yang berada di belahan dada Ana kuhisap kuat hingga meninggalkan bekas merah pada kulitnya. Telapak tanganku mencengkram toket Ana. Kuraup semuanya sampai-sampai Ana kesakitan. Aku tak peduli lagi. Pejuku akhirnya muncrat membasahi no noknya. Aku merasakan nikmat yang tiada duanya ditambah dengan goyangan pinggul Ana pada saat aku mengalami orgasme. Tubuhku akhirnya lunglai tak berdaya di atas tubuh Ana. kon tolku masih berada di dalam no nok Ana. Ana mengusap-usap permukaan punggungku. “Ana puas sekali dien tot om,” katanya. Aku kemudian mencabut kon tolku dari no noknya. Dari dalam Ardi keluar sudah berpakaian lengkap. “Pulang yuk An, sudah sore”, ajaknya.


Aku masuk kembali ke kamar. Dina ada di kamar mandi dan terdengar shower nyala. Aku bisa mendengarnya karena pintu kamar mandi tidak ditutup. Tak lama kemudian, shower terdengar berhenti dan Dina keluar hanya bercelana pendek. Ganti aku yg masuk ke kamar mandi, aku hanya membersihkan tubuhku. Keluar dari kamar mandi, Dina berbaring diranjang telanjang bulat. “Kenapa Din, lemes ya dien tot Ardi”, kataku. “Lebih enak ngen tot sama om, kon tol om lebih besar soalnya”, jawab Dina tersenyum. “Malem ini kita men lagi ya om”. Hebat banget Dina, gak ada matinya. Pengennya dien tot terus. “Ok aja, tapi sekarang kita cari makan dulu ya, biar ada tenaga bertempur lagi nanti malem”, kataku sambil berpakaian. Dina pun mengenakan pakaiannya dan kita pergi mencari makan malem. Kembali ke rumah sudah hampir tengah malem, tadi kita selain makan santai2 di pub dulu.


Di kamar kita langsung melepas pakaian masing2 dan bergumul diranjang. Tangan Dina bergerak menggenggam kon tolku. Aku melenguh seraya menyebut namanya. Aku meringis menahan remasan lembut tangannya pada kon tolku. Dina mulai bergerak turun naik menyusuri kon tolku yang sudah teramat keras. Sekali-sekali ujung telunjuknya mengusap kepala kon tolku yang sudah licin oleh cairan yang meleleh dari liangnya. Kembali aku melenguh merasakan ngilu akibat usapannya. Kocokannya semakin cepat. Dengan lembut aku mulai meremas-remas toketnya. Tangan Dina menggenggam kon tolku dengan erat. Pentilnya kupilin2. Dina masukan kon tolku kedalam mulutnya dan mengulumnya. Aku terus menggerayang toketnya, dan mulai menciumi toketnya. Napsuku semakin berkobar. Jilatan dan kuluman Dina pada kon tolku semakin mengganas sampai-sampai aku terengah-engah merasakan kelihaian permainan mulutnya. Aku membalikkan tubuhnya hingga berlawanan dengan posisi tubuhku. Kepalaku berada di bawahnya sementara kepalanya berada di bawahku. Kami sudah berada dalam posisi enam sembilan! Lidahku menyentuh no noknya dengan lembut. Tubuhnya langsung bereaksi dan tanpa sadar Dina menjerit lirih. Tubuhnya meliuk-liuk mengikuti irama permainan lidahku di no noknya. Kedua pahanya mengempit kepalaku seolah ingin membenamkan wajahku ke dalam no noknya. kon tolku kemudian dikempit dengan toketnya dan digerakkan maju mundur, sebentar. Aku menciumi bibir no noknya, mencoba membukanya dengan lidahku. Tanganku mengelus paha bagian dalam. Dina mendesis dan tanpa sadar membuka kedua kakinya yang tadinya merapat. Aku menempatkan diri di antara kedua kakinya yang terbuka lebar. kon tol kutempelkan pada bibir no noknya. Kugesek-gesek, mulai dari atas sampai ke bawah. Naik turun. Dina merasa ngilu bercampur geli dan nikmat. no noknya yang sudah banjir membuat gesekanku semakin lancar karena licin. Dina terengah-engah merasakannya. Aku sengaja melakukan itu. Apalagi saat kepala kon tolku menggesek-gesek i tilnya yang juga sudah menegang. “Om.?” panggilnya menghiba. “Apa Din”, jawabku sambil tersenyum melihatnya tersiksa. “Cepetan..” jawabnya. Aku sengaja mengulur-ulur dengan hanya menggesek-gesekan kon tol. Sementara Dina benar-benar sudah tak tahan lagi mengekang birahinya. “Dina sudah pengen dien tot om”, katanya.


Dina melenguh merasakan desakan kon tolku yang besar itu. Dina menunggu cukup lama gerakan kon tolku memasuki dirinya. Serasa tak sampai-sampai. Maklum aja, selain besar, kon tolku juga panjang. Dina sampai menahan nafas saat kon tolku terasa mentok di dalam, seluruh kon tolku amblas di dalam. Aku mulai menggerakkan pinggulnya pelan2. Satu, dua dan tiga enjotan mulai berjalan lancar. Semakin membanjirnya cairan dalam no noknya membuat kon tolku keluar masuk dengan lancarnya. Dina mengimbangi dengan gerakan pinggulnya. Meliuk perlahan. Naik turun mengikuti irama enjotanku. Gerakan kami semakin lama semakin meningkat cepat dan bertambah liar. Gerakanku sudah tidak beraturan karena yang penting enjotanku mencapai bagian-bagian peka di no noknya. Dina bagaikan berada di surga merasakan kenikmatan yang luar biasa ini. kon tolku menjejali penuh seluruh no noknya, tak ada sedikitpun ruang yang tersisa hingga gesekan kon tolku sangat terasa di seluruh dinding no noknya. Dina merintih, melenguh dan mengerang merasakan semua kenikmatan ini. Dina mengakui keperkasaan dan kelihaianku di atas ranjang. Yang pasti Dina merasakan kepuasan tak terhingga ngen tot denganku. Aku bergerak semakin cepat. kon tolku bertubi-tubi menusuk daerah-daerah sensitivenya. Dina meregang tak kuasa menahan napsuku, sementara aku dengan gagahnya masih mengayunkan pinggulku naik turun, ke kiri dan ke kanan. Erangannya semakin keras. Melihat reaksinya, aku mempercepat gerakanku. kon tolku yang besar dan panjang itu keluar masuk dengan cepatnya. Tubuhnya sudah basah bermandikan keringat. Aku pun demikian. Dina meraih tubuhku untuk didekap. Direngkuhnya seluruh tubuhku sehingga aku menindih tubuhnya dengan erat. Dina membenamkan wajahnya di samping bahuku. Pinggul nya diangkat tinggi-tinggi sementara kedua tangannya menggapai pantatku dan menekannya kuat-kuat. Dina meregang. Tubuhnya mengejang-ngejang. “om..”, hanya itu yang bisa keluar dari mulutnya saking dahsyatnya kenikmatan yang dialaminya nersamaku. Aku menciumi wajah dan bibirnya. Dina mendorong tubuhku hingga terlentang. Dia langsung menindihku dan menciumi wajah, bibir dan sekujur tubuhku. Kembali diemutnya kon tolku yang masih tegak itu. Lidahnya menjilati, mulutnya mengemut. Tangannya mengocok-ngocok kon tolku. Belum sempat aku mengucapkan sesuatu, Dina langsung berjongkok dengan kedua kaki bertumpu pada lutut dan masing-masing berada di samping kiri dan kanan tubuhku. no noknya berada persis di atas kon tolku. “Akh!” pekiknya tertahan ketika kon tolku dibimbingnya memasuki no noknya.


Tubuhnya turun perlahan-lahan, menelan seluruh kon tolku. Selanjutnya Dina bergerak seperti sedang menunggang kuda. Tubuhnya melonjak-lonjak. Pinggulnya bergerak turun naik. “Ouugghh.. Din.., luar biasa!” jeritku merasakan hebatnya permainannya. Pinggulnya mengaduk-aduk lincah, mengulek liar tanpa henti. Tanganku mencengkeram kedua toketnya, kuremas dan dipilin-pilin. Aku lalu bangkit setengah duduk. Wajah kubenamkan ke dadanya. Menciumi pentilnya. Kuhisap kuat-kuat sambil kuremas-remas. Kami berdua saling berlomba memberi kepuasan. Kami tidak lagi merasakan panasnya udara meski kamar menggunakan AC. Tubuh kami bersimbah peluh, membuat tubuh kami jadi lengket satu sama lain. Dina berkutat mengaduk-aduk pinggulnya. Aku menggoyangkan pantatku. Tusukan kon tolku semakin cepat seiring dengan liukan pinggulnya yang tak kalah cepatnya. Permainan kami semakin meningkat dahsyat. Sprei ranjang sudah tak karuan bentuknya, selimut dan bantal serta guling terlempar berserakan di lantai akibat pergulatan kami yang bertambah liar dan tak terkendali. AKu merasa pejuku udah mau nyembur. Aku semakin bersemangat memacu pinggulku untuk bergoyang. Tak selang beberapa detik kemudian, Dina pun merasakan desakan yang sama. Dina terus memacu sambil menjerit-jerit histeris. Aku mulai mengejang, mengerang panjang. Tubuhnya menghentak-hentak liar. Akhirnya, pejuku nyemprot begitu kuat dan banyak membanjiri no noknya. Dina pun rasanya tidak kuat lagi menahan desakan dalam dirinya. Sambil mendesakan pinggulnya kuat-kuat, Dina berteriak panjang saat mencapai puncak kenikmatan berbarengan denganku. Tubuh kami bergulingan di atas ranjang sambil berpelukan erat. “om, nikmaat!” jeritnya tak tertahankan. Dina lemes, demikian pula aku. Tenaga terkuras habis dalam pergulatan yang ternyata memakan waktu lebih dari 1 jam! akhirnya kami tertidur kelelahan TAMAT.

Related Posts

Perlahan tanganku menangkap toketnya Ana meringis
4/ 5
Oleh