Minggu, 02 Juli 2017

Anakku Mempermainkan Puting Tetekku Dengan Gemas

Anakku Mempermainkan Puting Tetekku Dengan Gemas Mulai sejak saya divonis dokter kandungan, tidak bisa mempunyai anak sekali lagi, hatiku begitu sedih. Rupanya, Tuhan cuma menitipkan seoang anak saja yang kulahirkan. Rahimku, cuma bisa melahirkan seoang anak lelaki di rahimku. 

Anakku Mempermainkan Puting Tetekku Dengan Gemas


Sesudah saya sehat serta kembali dari rumah sakit membawa bayiku, serta bayiku berumur 1 th., dengan lemmbut suamiku memohon izin untuk menikah sekali lagi. Argumennya, baginya seseorang anak tidak mungkin saja. Dia mesti mempunyai anak yang beda, lelaki serta perempuan. Dengan sedih, saya “terpaksa” merelakan suamiku untuk menikah sekali lagi. Parakanku telah diangkat, untuk keselamatanku serta kesehatanku. 



Mulai sejak pernikahannya, dia tidak sering pulang ke tempat tinggal. Paling sekali dalam satu minggu. Saat ini sesudah umur anakku 15 th., suamiku malah tidak sempat pulang ke tempat tinggal sekali lagi. Dia sudah mempunyai 4 orang anak, persisnya dua gunakan dari isteri mudanya serta dua anak sekali lagi dari isterinya yang ke-3. Saya mesti senang, mempunyai tiga buah toko yang serahkan atas namaku dan satu mobil serta satu taksi terkecuali sedikit deposito yang selalu kutabung untuk cost kuliah anakku Irvan kelak. 


Irvan sendiri telah tidak peduli pada ayahnya. Jadi, bila ayahnya pulang, terlihat Irvan tidak bersahabat dengannya. Saya tidak dapat berbuat apa-apa. Mudah-mudahan saja Irvan tidak berdosa pada ayahnya. Tiap-tiap malam Saya senantiasa mengeloni Irvan supaya tubuhku tidak kedinginan ditiup oleh situasi dingin AC di kamar tidurku. Irvan juga bila kedinginan, malah merapatkan tubuhnya ke tubuhku. Irvan memanglah anak yang manja serta saya menyukainya. 


Telah jadi kebiasaanku, bila saya tidur cuma menggunakan daster mini tanpa ada sehelai kain juga dibalik daster miniku. Saya nikmati tidurku dengan udara dinginnya AC serta timpa selimut tidak tipis yang lebar. NIkmat sekali rasa-rasanya tidur memeluk anak semata wayangku, Irvan. Kusalurkan belai kasih sayangku kepadanya. Cuma kepadanya yang saya cintai. 


Beberapa kali sudah saya rasakan buah dadaku diisap-isap oleh Irvan. Saya mengelus-elus kepala Irvan dengan kelembutan serta kasih sayang. Namun kesempatan ini, tidak seperti umumnya. Hisapan pada pentil teteku, merasa sekian indahnya. Terutama samping tangan Irvan mengelus-elus bulu vaginaku. Oh… indah sekali. Saya biarkan. Toh dia anakku juga. Biarkanlah, supaya tidurnya menghasilkan mimpi yang indah. 


Waktu saya mencabut pentil tetekku dari mulut Irvan, dia mendesah. “Mamaaaaa…” 


Kuganti memasukkan pentil tetekku yang beda kedalam mulutnya. Senantiasa demikian, hingga pada akhirnya mulutnya lepas dari tetekku serta saya menyelimutinya serta kami tertidur nyenyak. Malam hari ini, saya malah begitu bernafsu. Saya menginginkan disetubuhi. Ah… Dapatkah Irvan menyetubuhiku. Usianya baru 15 th.. Masih tetap SMP. Dapatkah. Pertanyaan itu senantiasa bergulat dalam bathinku. 


Esok paginya, waktu Irvan pergi ke sekolah, saya membongkar almari yang telah lama tidak kurapikan. Di almari baju Irvan di kamarnya (walaupun dia tidak sempat meniduri kamarnya itu) saya lihat sebagian keping CD. Waktu saya putar, nyatanya seluruhnya film-film porno dengan beragam tempat. Dadaku gemuruh. 

Apaah anakku sudah mengerti seks? Apakah dia sudah mencobanya dengan perempuan lain? Atau dengan pelacur kah? Haruskah aku menanyakan ini pada anakku? Apakah jiwanya tidak terganggu, kalau aku mempertanyakannya? Dalam aku berpikir, kusimpulkan, sebaiknya kubiarkan dulu dan aku akan menyelidikinya dengan sebaik mungkin dengan setertutup mungkin.


Seusai Irvan mengerjakan PR-nya (Disekolah Irvan memang anak pintar), dia menaiki tempat tidur dan memasuki selimutku. Dia cium pipi kiri dan pipi kananku sembari membisikkan: Selamat malam… mama…” Biasanya aku menjawabnya dengan:”Selamat malam sayang…” Tapi kalau aku sudah tertidur, biasanya aku tak menjawabnya. Dadaku gemuruh, apaah malam ini aku mempertanyakan CD porno itu. Akhirnya aku membiarkan saja. Dan…


Aku kembali merasakan buah dadaku dikeluarkan dari balik dasterku yang mini dan tipis. Irvan mengisapnya perlahan-lahan. Ah… kembali aku bernafsu. Terlebih kembali sebelah tangannya mengelus-elus bulu vaginaku. Sebuah jari-jarinya mulai mengelus klentitku. AKu merasakan kenikmatan. Kali ini, aku yakin Irvan tidak tidur. Aku merasakan dari nafasnya yang memburu. Aku diam saja. Sampai jarinya memasuki lubang vaginaku dan mempermainkan jarinya di sana dan tangan yang satu terus memainkan tetekku. Ingin rasanya aku mendesah, tapi…


Aku tahu, Irvan menurunkan celananya, sampai bagian bawah tubuhnya sudah bertelanjang. Dengan sebelah kakinya, dia mengangkangkan kedua kakiku. Dan…. Irvan menaiki tubuhku dengan perlahan. Aku merasakan penisnya mengeras. Berkali-kali dia menusukkan penis itu ke dalam vaginaku. Irvan ternyata tidak mengetahui, dimana lubang vagina.


Berkali-kali gagal. Aku kasihan padanya, karena hampir saja dia putus asa. Tanpa sadar, aku mengangkangkan kedua kakiu lebih lebar. Saat penisnya menusuk bagian atas vaginaku, aku mengangkat pantatku dan perlahan penis itu memasuki ruang vaginaku. Irvan menekannya. Vaginaku yang sudah basah, langsung menelan penisnya.


Nampaknya Irvan belum mampu mengatasi keseimbangan dirinya. Dia langsung menggenjotku dan mengisapi tetekku. Lalu crooot…croot…croooootttt, spermanya menyemprot di dalam vaginaku. Tubuhnya mengejang dan melemas beberapa saat kemudian. Perlahan Irvan menuruni tubuhku. Aku belum sampai… tapi aku tak mungkin berbuat apa-apa.


Besok malamnya, hal itu terjadi lagi. Terjadi lagi dan terjadi lagi. Setidaknya tiga kali dalam semingu. Irvan pun menjadi laki-laki yang dewasa. Tak sedikit pun kami menyinggung kejadian malam-malam itu. Kami hanya berbicara tentang hal-hal lain saja. Sampai suatu sore, aku benar-benar bernafsu sekali.


Ingin sekali disetubuhi. Saat berpapasan dengan Irvan aku mengelus penisnya dari luar celananya. Irvan membalas meremas pantatku. Aku secepatnyake kamar dan membuka semua pakaianku, lalu merebahkan diri di atas tempat di tutupi selimut. Aku berharap, Irvan memasuki kamar tidurku. Belum sempat usai aku berharap, Irvan sudeah memasuki kamar tidurku.


Di naik ke kamar tidurku dan menyingkap selimutku. Melihat aku tertidur dengan telanjang bulat, Irvan langsung melepas semuapakaiannya. Sampai bugil. Bibirku dan tetekku sasaran utamanya. AKu mengelus-elus kepalanya dan tubuhnya. Sampai akhirnya aku menyeret tubuhnya menaiki tubuhku. KUkangkangkan kedua kakiku dan menuntun penisnya menembus vaginaku.


Nafsuku yang sudah memuncak, membuat kedua kakiku melingkar pada pinggangnya. Mulutnya masih rakus mengisapi dan menggigit kecil pentil tetekku. Sampai akhirnya, kami sama-sama menikmatinya dan melepas kenikmatan kami bersama. Seusai itu, kami sama-sama minum susu panas dan bercerita tentang hal-hal lain, seakan apa yang baru kami lakukan, buka sebuah peristiwa.


Malamnya, seisai Irvan mengerjakan PR-nya dia mendatangiku yang lagi baca majalah wanita di sofa. Tatapan matanya, kumengerti apa maunya. Walau sore tadi kami baru saja melakukannya. Kutuntun dia duduk di lantai menghadapku. Setelah dia duduk,aku membuka dasterku dan mengarahkan wajahnya ke vaginaku. AKu berharap Irvan tau apa yang harus dia lakukan, setelah belajar dari CD pornonya.


Benar saja, lidah Irvan sudah bermain di vaginaku. Aku terus membaca majalah, seperti tak terjadi apa-apa. AKu merasa nikmatr sekali. Lidahnya terus menyedot-nyedot klentitku dan kedua tangannya mengelus-elus pinggangku. Sampa akhirnya aku menjepit kepalanya, karean aku akan orgasme.


Irvan menghentikan jilatannya Dan aku melepaskan nikmatku. Kemudia kedua kakiku kembali merenggang. AKu merasakan Irvan menjilati basahnya vaginaku. Setelah puas, Irvan bangkir. Aku turun ke lantai. Kini irvan yang membuka celananya dan menarik kepalaku agar mulutku merapat ke penisnya. Penis yang keras itu kujilati dengandiam. Irvan menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa. Kepalaku ditangkapnya dan dileus-elusnya.


Aku terus menjilatinya dan terus melahap penisnya, sampai spermanya memenuhi mulutku. Sampai akhirnyanormal kembali dan kami duduk bersisian menyaksikan film lepas di TV. Seusai nonton film, aku mengajaknya untuk tidur, karean besok dia harus sekolah, dan aku harus memeriksa pembukuan toko.


“yuk tidur sayang,” kataku.Irvan bangkit dan menggamit tanganku, lalu kami tertidur pulas sampai pagi.


Siang itu, aku mendengar Irvan pulang sekolah dan dia minta makan. Kami sama-sama makan siang di meja makan. Usai makan siang, kami sama-sama mengangkat piring kotor dan sama-sama mencucinya di dapur. Irvan menceritakan guru baruya yang sangat disiplin dan terasa agak kejam. Aku mendengarkan semua keluhan dan cerita anakku.


Itu kebiasaanku, sampai akhirnya aku harus mengetahui siapa Irvan. Aku juga mulai menanyakan siapa pacarnya dan pernah pergi ke tempat pelacuran atau tidak. Sebenarnya aku tahu Irvan tidak pernah pacaran dan tidak pernah kepelacuran dari diary-nya. Kami sama-sama menyusun piring dan melap piring sampai ke ring ke rak-nya, sembari kami terusbercerita.


“Ma…besok Irvan diajak teman mendaki gunung…boleh engak, Ma?” tanya Irvan meminta izinku sembari tangannya memasuku bagian atas dasterku dan mengelus tetekku.


“Nanti kalau sudah SMA saja ya sayang…” kataku sembari mengelus penis Irvan.“Berarti tahun depan dong, Ma,” katanya sembari mengjilati leherku.“Oh… iya sayang… Tahun depan” kataku pula sembari membelai penisnya dan melepas kancing celana biru sekolahnya dan melepas semua pakaiannya sampai Irvan telanjang bulat.“Kalau mama bilang gak boleh ya udah. Irvan gak ikut,” katanya sembari melepaskan pula kancing dasterku sampai aku telanjang bulat.


Ya.. kami terus bercerita tentang sekolah Irvan dan kami sudah bertelanjang bulat bersama.“Sesekali kita wisata ke puncak yuk ma…” kata Irvan sembari menjilati leherku dan mengelus tetekku. Aku duduk di kursi kamar dan Irvan berdiri di belakangku. Uh… anakku sudah benar-benar dewasa. Dia ingin sekali bermesraan dan sangat romantis.


“Kapan Irvan maunya ke puncak?” kataku sembari menkmati jilatannya. Aku pun mulai menuntunnya agar berada di hadapanku.


Irvan kubimbing untuk naik ke atas tubuhku. Kedua kakinya mengangkangi tubuhku dan bertumpu pada kursi. Panttanya sudah berada di atas kedua pahaku dan aku memeluknya. Kuarahkan murnya untuk mengisap pentil tetekku.


“Bagaimana kalau malam ini saja kita ke puncak sayang. Besok libur dan lusa sudah minggu. Kita di puncak dua malam,” kataku sembari mengelus-elus rambutnya.“Setuju ma. Kita bawa dua buah selimut ma,” katanya mengganti isapan nya dari tetekku yang satu ke tetekku yang lain.“Kenapa harus dua sayang. Satu saja..” kataku yang merasakan tusukan penisnya yang mengeras di pangkal perutku.


“Selimutnya kita satukan biar semakin tebal, biar hangat ma. Dua selimut kita lapis dua,” katanya. Dia mendongakkan wajahnya dan memejamkan matanya, meminta agar lidahku memasuki mulutnya. Aku membernya. Sluuupp… lidahku langsung diisapnya dengan lembut dan sebelah tangannya mengelus tetekku.


Tiba-tiba Irvan berdiri dan amengarahkan penisnya ke mulutku. Aku menyambutnya. Saat penis itu berada dalam mulutku dan aku mulai menjilatinya dalam mata terpejam Irvan mengatakan:”Rasanya kita langsung saja pergi ya ma. Sampai dipuncak belum sore. Kita boleh jalan-jalan ke gunung yang dekat villa itu,” katanya.


Aku mengerti maksudenya, agar aku cepat menyelesaikan keinginannya dan kami segera berangkat. Cepat aku menjilati penisnya dan Irvan Meremas-remas rambutku dengan lembut. Sampai akhirnya, Irvan menekan kuat-kuat penisnya ke dalam mulutku dan meremas rambutku juga. Pada tekak mulutku, aku merasakan hangatnya semprotan sperma Irvan beberapa kali. Kemudian dia duduk kembali ke pangkuanku. Di ciumnya pipiku kiri-kanan dan mengecup keningku. Uh… dewasanya Irvan. Au membalas mengecup keningnya dengan lembut.


Irvan turun dari kursi, lalu memakaikan dasterku dan dia pergi ke kamar mandi. Aku kekamar menyiapkan sesuatu yang harus kami bawa. Aku tak lupamembawa dua buah selimut dan pakaian yang mampu mebnghangatkan tubuhku. Semua siap. Mobil meluncur ke puncak, mengikuti liuknya jalan aspal yang hitam menembus kabut yang dingin.


Kami tiba pukul 15.00. Setelah check in, kami langsung makan di restoran di tepi sawah dan memesan ikan mas goreng serta lapannya. Kami makan dengan lahap sekali. Dari sana kami menjalani jalan setapak menaik ke lereng bukit. Dari sana, aku melihat sebuah mobil biru tua, Toyota Land Cruiser melintas jalan menuju villa yang tak jauh dari villa kami. Mobil suamiku, ayahnya Irvan. Pasti dia dengan isteri mudanya atau dengan pelacur muda, bisik hatiku.


Cepat kutarik Irvan agar dia tak melihat ayahnya. Aku terlambat, Irvan terlebih daulu melihat mobil yang dia kenal itu. Irvan meludah dan menyumpahi ayahnya:”Biadab !!!” Begitu bencinya dia pada ayahnya. Aku hanya memeluknya dan mengelus-elus kepalanya. Kami meneruskan perjalanan. Aku tak mau suasana istirahat ini membuatnya jadi tak indah.


Sebuah bangku terbuat dari bata yang disemen. Kami duduk berdampingan diatasnya menatap jauh ke bawah sana, ke hamparan sawah yang baru ditanami. Indah sekali.Irvan merebahkan kepalanya ke dadaku. AKu tahu galau hatinya. Kuelus kepalanya dan kubelai belai.


“Tak boleh menyalahkan siapapun dalam hidup ini. Kita harus menikmati hidup kita dengan tenang dan damai serta tulus,” kata ku mengecup bibirnya. Angin mulai berhembus sepoi-sepoi dan kabut sesekali menampar-nampar wajah kami. Irvan mulai meremas tetekku , walau masih ditutupi oleh pakaianku dan bra.


“Iya. Kita harus hidup bahagia. Bahagia hanya untuk milik kita saja,” katanya lalu mencium leherku.“Kamu lihat petani itu? Mereka sangat bahagia meniti hidupnya,” kataku sembari mengelus-elus penisnya dari balik celananya. Irvan berdiri, lalu menuntunku beridiri. Aku mengikutinya. Dia mengelus-elus pantatku dengan lembut.


“Lumpur-lumpur itu pasti lembut sekali, Ma,” katanya terus mengelus pantatku. Pasti Irvan terobsesi dengan anal seks, pikirku. Aku harus memberinya agar dia senang dan bahagia serta tak lari kemana-mana apalagi ke pelacur. Dia tak boleh mendapatkannya dari perempuan jalang.


Kami mulai menuruni bukit setelah mobil Toyota biru itu hilang, mungkin ke dalam garasi villa. Irvan tetap memeluk pinggangku dan kami memesan dua botol teh. Kami meminumnya di tepi warung.


“Wah… anaknya ganteng sekali bu. Manja lagi,” kata pemilik warung. Aku tersenyum dan Irvanpun tak melepaskan pelukannya. Sifatnya memang manja sekali.


“Senang ya bu, punya anak ganteng,” kata pemilik warung itu lagi. Kembali aku tersenyum dan orang-orang yang berada di warung itu kelihatan iri melihat kemesraanku dengan anakku. Mereka pasti tidak tau apa yang sedang kami rasakan. Keindahan yang bagaimana. Mereka tak tahu.


Setelah membayar, kami menuruni bukit dan kembali ke villa. Angin semakin kencang sore menjelang mahgrib itu. Kami memesan dua gelas kopi susu panas dan membawanya ke dalam kamar. Setelah mengunci kamar, aku melapaskan semua pakaianku. Bukankah tadi Irvan mengelus-elus pantatku? BUkankah dia ingin anal seks? Setelah aku bertelanjang bulat, aku mendekati Irvan dan melepaskan semua pakaiannya.


Kulumasi penisnya pakai lotion. Aku melumasi pula duburku dengan lotion. Di lantai aku menunggingkan tubuhku. Irvan mendatangiku. Kutuntun penisnya yang begitu cepat mengeras menusuk lubang duburku. Aku pernah merasakan ini sekali dalam hidupku ketika aku baru menikah. Sakit sekali rasanya. Dari temanku aku mengetahui, kalau mau main dri dubur, harus memakai pelumas, katanya. Kini aku ingin praktekkan pada Irvan


Irvan mengarahkan ujung penisnya ke duburku. Kedua lututnya, tempatnya bertumpu. Perlahan…perlahan dan perlahan… Aku merasakan tusukan itu dengan perlahan. Ah… Irvan, kau begitu mampu memberikan apa yang aku inginkan, bisik hatiku sendiri. Setiap kali aku merasa kesat, aku denga tanganku menambahi lumasan lotion ke batangnya. Aku merasakan penis itu keluar-masukdalam duburku.


Kuarahkan sebelah tangan Irvan untuk mengelus-elus klentitku. Waw… nimat sekali. Di satu sisi klentitku nikat disapu-sapu dan di sisi lain, duburku dilintasi oleh penis yang keluar masuk sangat teratur. Tak ada suara apa pun yang terdengar. Sunyi sepi dan diam. Hanya ada desau angin, desah nafas yang meburu dan sesekali ada suara burung kecil berkicau di luar sna, menuju sarangnya.


Tubuh Irvan sudah menempel di punggungku. Sebelah tangannya mengelus-elus klentitku dan sebelah lagi meremas tetekku. Lidahnya menjilati tengkukku dan dan leherku bergantian. Aku sangat beruntung mememiliki anak seperti Irvan. Dia laku-laki perkasa dan penuh kelembutan. Tapi… kenapa kali ini dia begitu buas dan demikian binal? Tapi… Aku semakin menikmati kebuasan Irvan anak kandungku sendiri. Buasnya Irvan, adalah buas yang sangat santun dan penuh kasih.


Aku sudah tak mampu membendung nikmatku. AKu menjepit tangan Irvan yang masih mengelus klentitku jugamenjepit penisnyadengan duburku. Irvan mendesah-desah…


“Oh… oh….oooooohh…”


Irvan menggigit bahuku dan mempermainkan lidahnya di sela-sela gigitannya. Dan remasan pada tetekku terasa begitu nikmat sekali. Ooooooooooohhhh… desahnya dan aku pun menjerit..


Akhhhhhhhhhhhh……… Lalu aku menelungkup di lantai karpet tak mampu lagi kedua lututku untuk bertumpu.


Penis Irvan mengecil dan meluncur cepat keluar dari duburku. Irvan cepat membalikkan tubuhku. Langsung aku diselimutinya dan dia masuk ke dalam selimut, sembari mengecupi leherku dan pipiku. Kami terdiam, sampai desah nafas kami normal.


Irvan menuntunku duduk dan membimbingku duduk di kursi, lalu melilit tubuhku dengan selimut hotel yang tersedia di atas tempat tidur. Dia mendekatkan kopi susu ke mulutku. Aku meneguknya. Kudengar dia mencuci penisnya, lalu kembali mendekat padaku. Dia kecul pipiku dan mengatakan:”Malam ini kita makan apa, Ma?”


“Terserah Irvan saja sayang.”“Setelah makan kita kemana, Ma?” dia membelai pipiku dan mengecupnya lagi.“Terserah Irvan saja sayang. Hari ini, adalah harinya Irvan. Mama ngikut saja apa maunya anak mama,” kataku lembut.


“OK, Ma. Hari ini haerinya Irvan. Besok sampai minggu, harinya mama. Malam ini kita di kamar saja. Aku tak mau ketemu dengan orang yang naik Toyota Biru itu,” katanya geram. Nampaknya penuh dendam. Aku menghela nafas.


Usai makan malam, kami kembali ke kamar dan langsung tidur di bawah dua selimut yang hangat dan berpelukan. Kami tidur sampai pukul 09.00 pagi baru terbangun. END

Related Posts

Anakku Mempermainkan Puting Tetekku Dengan Gemas
4/ 5
Oleh