Aku Disetubuhi Ayah Saat Tidur Cerita ini terilhami oleh pengalaman riil seseorang wanita yang nyata-nyata berlangsung kala suaminya pergi keluar kota. Nama serta tempat peristiwa dalam narasi saat ini sudah dirubah serta direvisi demikian rupa tetapi jalan narasi tidak menyimpang dari momen yang sebetulnya berlangsung. Selamat membaca narasi sedarah ini!
Namaku Maya. Usiaku nyaris mendekati kepala tiga. Telah menikah mulai sejak lima th. waktu lalu tetapi belum juga dikarunia anak. Suamiku berumur lebih tua dariku dengan jarak yang cukup jauh. Kehidupan kami dapat dikatakan bahagia, dapat pula dikatakan tidak. Dalam kehidupan keseharian, pada saya serta suamiku tak ada persoalan yang pelik serta tidak mengintimidasi pernikahan kami. Hanya saja dalam problem kehidupan seksual ada sedikit persoalan yang menurut kami berdua bukanlah ialah ancaman.
Keadaan ini mungkin saja karena belum juga ada sinyal tanda kami juga akan dikaruniai seseorang anak. Kami rasakan hubungan intim pada saya serta suami jadi hambar, tidak seperti tahun-tahun pertama pernikahan kami yang penuh dengan gelora, penuh dengan cinta yang membara. Serta sekarang ini kami mengerjakannya semata-mata keharusan saja, tidak seperti dahulu. Kelihatannya kami juga tidak mempersoalkan ini. Pada akhirnya kami jadi repot mencari aktivitas semasing untuk melenyapkan kejenuhan ini. Suamiku makin giat bekerja serta usahanya makin maju. Saya juga sekian dengan mencari aktivitas beda yang dapat menhgilangkan kejenuhanku. Kami sama-sama repot dengan aktivitas semasing hingga saat untuk bermesraan makin tidak sering. Namun nampaknya kami dapat nikmati kehidupan begini serta tidak menyebabkan persoalan yang bermakna.
Situasi ini berjalan cukup lama sampai satu kala berlangsung hal baru yang berikan warna kehidupan kami, teristimewa kehidupan pribadiku sendiri. Ketika itu kami beroleh khabar kalau ayahku yang ada di beda kota punya maksud datang ke tempat kami. Suamiku segera menyebutkan kegembiraannya serta tanpa ada menanti persetujuanku ia menginginkan ayahku cepat-cepat datang. Dia katakan sangat rindu sekali karna dapat berjumpa kembali sesudah pertemuan paling akhir disaat kami menikah dulu. Demikian juga dengan ayahku, tuturnya pada suamiku menyebutkan kalau ia juga begitu rindu terlebih kepadaku, anaknya yang tersayang. Saya cuma dapat melihat suamiku yang tengah terima telepon dengan perasaan gundah.
Sesudah beroleh khabar itu, saya jadi kerapkali melamun. Saya jadi gelisah menanti kehadiran ayahku. Sebetulnya ia bukanlah bapak kandungku. Ia aalah bapak tiri. Ia menikah dengan ibuku disaat saya telah remaja. Ketika itu ayahku masih tetap bujangan serta usianya tidak serupa cukup jauh dengan ibuku. Kehidupan kami kala itu berjalan normal. Tahun untuk th. jalan serta akupun mulai berkembang makin dewasa. Persoalan mulai tampil disaat ibuku mulai sakit-sakitan. Mungkin saja juga karna umur.
Di sinilah awal dari semuanya. Ayahku yang masih tetap muda serta penuh vitalitas terasa kurang tercukupi kebutuhannya serta mulai mencari-cari jalan keluarnya. Celakanya, sebagai tujuan yaitu diriku sendiri. Saat itu saya masih tetap begitu muda serta tidak mengetahui apa-apa. Ayahku ini begitu pintar mengelabuiku hingga pada akhirnya saya terjebak oleh semuanya akal bulusnya. Saya tidak berani menyampaikan hal semacam ini pada ibu. Takut jadi juga akan membuatnya makin kronis. Namun saya juga tidak dapat menanggung kalau ia tidak tahu apa yang berlangsung pada bapak dengan diriku. Hingga pada akhirnya ibuku meninggal dunia meninggalkanku sendiri, anak semata wayangnya, untuk dititipkan pada bapak.
Sepeninggal ibu, bapak makin menjadi-jadi. Saya tidak dapat banyak berbuat karna hidupku begitu bergantung padanya. Beruntunglah setahun lebih lalu saya memperoleh jodoh serta menikah dengan suamiku yang saat ini. Saya dibawa meninggalkan rumahku ke kota yang begitu jauh jaraknya. Tersebut pengalaman yang begitu kusesalkan sampai hari ini.
“Hei, sayang! ” mendadak suamiku membuyarkan lamunanku. “Kok jadi ngelamun? Ayo kita pergi saat ini, kasihan kelak ayahmu terlampau lama menanti di stasiun kereta”, lanjutnya seraya ambil kunci mobil untuk selekasnya pergi menjemput bapak. Ketika hingga di stasiun, suamiku segera mencari-cari ayahku sesaat saya mengikutinya dari belakang dengan perasaan serba tidak karuan. Gelisah, cemas dan ada sedikit rasa rindu karna telah lama tidak berjumpa, bercampur jadi satu. Suamiku segera berteriak senang disaat temukan sosok seseorang pria yang tengah duduk sendiri di ruangan tunggulah. Orang itu segera berdiri serta hampiri kami. Ia lantas berpelukan dengan suamiku. Sama-sama melepas rindu. Saya memerhatikan mereka. Saya agak terkesima karna nyatanya ayahku tidak beralih banyak dari disaat kutinggalkan dulu. Ia terlihat masih tetap muda, meskipun kulihat terdapat banyak helai uban di rambutnya. Badannya masih tetap tegap serta berotot. Nampaknya ia tidak sempat meninggalkan kesukaannya berolah raga mulai sejak dahulu.
“Hei Maya. Apa khabar, sayangku”, sapa bapak lalu disaat usai berpelukan dengan suamiku.
“Ayah, apa khabar? Sehat-sehat saja khan? ” balasku 1/2 sangat terpaksa untuk berbasa-basi.
Ayahku meningkatkan ke-2 tangannya sembari menghampiriku. Saya pernah bingung menghadapinya serta dengan spontan melirik pada suamiku yang nampaknya seperti tahu apa yang kupikirkan. Ia menganggukan kepalanya seakan menyuruhku untuk menyongsong rentangan tangan bapak.
Saya lantas hampiri ayahku. Ia segera menyambutnya dengan memelukku. Saya terpana dengan pelukannya yang erat serta kurasakan ayahku sesenggukan. Menangis sembari berbisik begitu rindunya ia padaku. Saya jadi tidak tega serta dengan refleks, balas memeluknya sembari berkata kalau saya baik-baik saja serta terasa rindu juga padanya.
Ia bersukur kalau masih tetap ada orang yang merindukannya sembari selalu memelukku dengan erat. Saya jadi serba salah. Pelukannya jadi beda serta bahkan juga saya terasa badannya berniat didesakan padaku. Saya berupaya untuk mendorongnya dengan halus serta jangan pernah hal semacam ini di ketahui suamiku. Ayahku masihlah genit! Ia berniat menggesek-gesekan badannya padaku! Basic lelaki celamitan, runtukku dalam hati.
“Ayo kita ke rumah”, kata suamiku lalu. Saya bersukur dapat terputus dari pelukannya serta cepat-cepat menjauh.
Saya lantas dengan berniat menunjukkan kemesraan di hadapan ayahku dengan memeluk pinggang suamiku sembari menumpukan kepala di dadanya. Suamiku balas memeluk sembari jalan menuju tempat parkir sesaat ayahku cuma tersenyum lihat semuanya. Saya tidak tahu apa makna senyum itu. Saya cuma menginginkan memamerkan semuanya padanya. Saya juga tidak tahu apakah saya menginginkan membuatnya cemburu atau apa?
Sejak adanya ayah di rumah, memang ada perubahan yang cukup berarti dalam kehidupan kami. Sekarang suasana di rumah lebih hangat, penuh canda dan gelak tawa. Ayahku memang pandai membawa diri, pandai mengambil hati orang. Termasuk suamiku. Ia begitu senang dengan kehadirannya. Ia jadi lebih betah di rumah. Ngobrol bersama, jalan-jalan bersama. Dan yang lebih menggembirakan lagi, suamiku jadi lebih mesra kepadaku. Ia jadi sering mengajakku berhubungan intim. Aku turut gembira dengan perubahan ini. Tadinya aku sempat khawatir akan kehadiran ayah yang akan membuat masalah baru. Tetapi ternyata tidak. Justru sebaliknya!
Namun dibalik itu aku agak was-was juga karena kemesraan suamiku ternyata atas saran ayahku. Katanya ia banyak memberi nasihat bagaimana cara membahagiakan seorang istri. Hah? Aku terperanjat mendengar ini. Jangan-jangan..? Akh.., aku tak mau berpikir sejauh itu. Rasa kekhawatiranku ternyata beralasan juga. Karena seringkali secara diam-diam, ayah menatapku. Dari tatapannya aku sudah bisa menduga. Ia sudah mulai berani menggodaku meski hanya berupa senyuman ataupun kerlingan nakal. Aku tak pernah melayaninya. Aku tak mau suamiku tahu akan hal ini.
Kekhawatiran berkembang menjadi rasa takut. Malam itu suamiku memberitahu bahwa ia akan pergi ke luar kota untuk mengurus bisnisnya selama beberapa hari. Aku terkejut dan berupaya mencegahnya agar jangan pergi.
“Memangnya kenapa? Toh biasanya juga aku suka keluar kota untuk bisnis, bukan untuk main-main”, katanya kemudian.
“Bukan itu. Aku masih kangen sama kamu”, jawabku mencari alasan.
“Aku cuma tiga hari. Mungkin kalau bisa cepet selesai, bisa dua hari aku sudah kembali”, kata suamiku lagi.
“Kamu di sini kan ada ayah, juga Si Inah. Jadi tak perlu takut ditinggal sendiri.”
Justru itu yang kutakutkan, kataku tetapi hanya dalam hati. Aku tak bisa mencari alasn lain lagi karena khawatir justru dia malah curiga dan semuanya jadi ketahuan. Akhirnya aku hanya bisa mengiyakan dan berpesan agar dia cepat-cepat pulang.
Hari pertama kepergian suamiku ke luar kota tak ada peristiwa yang mengkhawatirkan meski ayahku lebih berani menggoda. Ada saja alasannya agar aku bisa berdekatan dengannya. Bikinkan kopi lah, ambilkan Koran lah dan entah apa lagi alasannya. Ia mencoba menggoda dengan memegang tanganku pada saat memberikan Koran padanya. Buru-buru kutarik tanganku dan pergi ke kamar meninggalkannya.
Aku jadi semakin hati-hati terhadapnya. Pintu kamar selalu kukunci dari dalam. Tetapi masih saja aku kecolongan sampai suatu ketika terulang kembali perisitiwa masa lalu yang sering kusesalkan. Sore itu aku habis senam seperti biasanya sekali dalam seminggu. Setelah mandi aku langsung makan untuk kemudian istirahat di kamar. Mungkin karena badan terasa penat dan pegal sehabis senam, aku jadi mengantuk dan langsung tertidur. Celakanya, aku lupa mengunci pintu kamar. Setengah bermimpi, aku merasakan tubuhku begitu nyaman. Rasa penat dan pegal-pegal tadi berangsur hilang. Bahkan aku merasakan tubuhku bereaksi aneh. Rasa nyaman sedikit demi sedikit berubah menjadi sesuatu yang membuatku melayang-layang. Aku seperti dibuai oleh hembusan angin semilir yang menerpa bagian-bagian peka di tubuhku. Tanpa sadar aku menggeliat merasakan semua ini sambil melenguh perlahan.
Dalam tidurku, aku mengira ini perbuatan suamiku yang memang akhir-akhir ini suka mencumbuku di kala tidur. Namun begitu ingat bahwa ia masih di luar kota, aku segera terbangun dan membuka mataku lebar-lebar. Hampir saja aku menjerit sekuat tenaga begitu melihat ayah sambil tersenyum tengah menciumi betisku, sementara dasterku sudah terangkat tinggi-tinggi hingga memperlihatkan seluruh pahaku yang putih mulus.
“Ayah! Ngapain ke sini?” bentakku dengan suara tertahan karena takut terdengar oleh Si Inah pembantuku.
“Maya, maafkan ayah. Kamu jangan marah seperti itu dong, sayang”, ia malah berkata seperti itu bukannya malu didamprat olehku.
“Ayah nggak boleh. Keluar, saya mohon”, pintaku menghiba karena kulihat tatapan mata ayah demikian liar menggerayang ke sekujur tubuhku.
Aku buru-buru menurunkan daster menutupi pahaku. Aku beringsut menjauhinya dan mepet ke ujung ranjang. Ayah kembali menghampiriku dan duduk persis di sampingku. Tubuhnya mepet kepadaku. Aku semakin ketakutan.
“Kamu tidak kasihan melihat ayah seperti ini? Ayolah, kita khan pernah melakukannya”, desaknya.
“Jangan bicarakan masa lalu. Aku sudah melupakannya dan tak akan pernah mengulanginya”, jawabku dengan marah karena diingatkan perisitiwa yang paling kusesali.
“OK. Ayah nggak akan cerita itu lagi. Tapi kasihanilah ayahmu ini. Sudah bertahun-tahun tidak pernah merasakannya lagi”, lanjutnya kemudian.
Ayah lalu bercerita bahw ia tak pernah berhubungan dengan wanita lain selain ibu dan diriku. Dia tak pernah merasa tertarik selain dengan kami. Aku setengah tak percaya mendengar omongannya. Ia memang pandai sekali membuat wanita tersanjung. Dan entah kenapa akupun merasakan hal seperti itu. Ketika kutatap wajahnya, aku jadi trenyuh dan berpikir bagaimana caranya untuk menurunkan hasrat ayah yang kelihatan sudah menggebu-gebu. Aku tahu persis ayah akan berbuat apapun bila sudah dalam keadaan seperti ini. Akhirnya aku mengalah dan mau mengocok batangnya agar ia bisa tenang kembali.
“Baiklah..”, kata ayahku seakan tidak punya pilihan lain karena aku ngotot tak akan memberikan apa yang dimintanya.
Mungkin inilah kesalahanku. Aku terlalu yakin bahwa jalan keluar ini akan meredam keganasannya. Kupikir biasanya lelaki kalau sudah tersalurkan pasti akan surut nafsunya untuk kemudian tertidur. Aku lalu menarik celana pendeknya. Ugh! Sialan, ternyata dia sudah tidak memakai celana dalam lagi. Begitu celananya kutarik, batangnya langsung melonjak berdiri seperti ada pernya. Aku agak terkesima juga melihat batang ayah yang masih gagah perkasa, padahal usianya sudah tidak muda lagi.
Tanganku bergerak canggung. Bagaimananpun juga baru kali ini aku memegang kontol orang selain milik suamiku meski dulu pernah merasakannya juga. Tapi itu dulu sekali. Perlahan-lahan tanganku menggenggam batangnya. Kudengar ayah melenguh seraya menyebut namaku. Aku mendongak melirik kepadanya. Nampak wajah ayah meringis menahan remasan lembut tangannku pada batangnya. Aku mulai bergerak turun naik menyusuri batangnya yang sudah teramat keras. Sekali-sekali ujung telunjukku mengusap moncongnya yang sudah licin oleh cairan yang meleleh dari liangnya. Kudengar ayah kembali melenguh merasakan ngilu akibat usapanku. Aku tahu ayah sudah sangat bernafsu sekali dan mungkin dalam beberapa kali kocokan ia akan menyemburkan air maninya. Selesai sudah, pikirku mulai tenang.
Dua menit, tiga sampai lima menit berikutnya ayah masih bertahan meski kocokanku sudah semakin cepat. Kurasakan tangan ayah menggerayang ke arah dadaku. Aku kembali mengingatkan agar jangan berbuat macam-macam.
“Biar cepet keluar..”, kata ayah memberi alasan.
Aku tidak mengiyakan dan juga tidak menepisnya karena kupikir ada benarnya juga. Biar cepat selesai, kataku dalam hati. Ayah tersenyum melihatku tidak melarangnya lagi. Ia dengan lembut mulai meremas-remas payudara di balik dasterku. Aku memang tidak mengenakan kutang setiap akan tidur, jadi remasan tangan ayah langsung terasa karena kain daster itu sangat tipis. Sebagai wanita normal, aku merasakan kenikmatan atas remasan ini. Apalagi tanganku menggenggam batangnya dengan erat, setidaknya aku mulai terpengaruh oleh keadaan ini. Meski dalam hati aku sudah bertekad untuk menahan diri dan melakukan semua ini demi kebaikan diriku juga. Karena tentunya setelah ini selesai ayah tidak akan berbuat lebih jauh lagi seperti dulu.
“Maya sayang.., buka ya? Sedikit aja..”, pinta ayah kemudian.
“Jangan Yah. Tadi khan sudah janji nggak akan macam-macam..”, ujarku mengingatkan.
“Sedikit aja. Ya?” desaknya lagi seraya menggeser tali daster dari pundakku sehingga bagian atas tubuhku terbuka.
Aku jadi gamang dan serba salah. Sementara bagian dada hingga ke pinggang sudah telanjang. Nafas ayahku semakin memburu kencang melihatku setengah telanjang.
“Oh.., Maya kamu benar-benar cantik sekali”, pujinya sambil memilin-milin puting susuku.
Aku terperangah. Situasi sudah mulai mengarah pada hal yang tidak kuinginkan. Aku harus bertindak cepat. Tanpa pikir panjang, langsung kumasukan batang ayah ke dalam mulutku dan mengulumnya sebisa mungkin agar ia cepat-cepat selesai dan tidak berlanjut lebih jauh lagi. Aku sudah tidak memperdulikan perbuatan ayah pada tubuhku. Aku biarkan tangannya dengan leluasa menggerayang ke sekujur tubuhku, bahkan ketika kurasakan bibirnya mulai menciumi buah dadaku pun aku tak berusaha mencegahnya. Aku lebih berkonsentrasi untuk menyelesaikan semua ini secepatnya. Jilatan dan kulumanku pada batang kontolnya semakin mengganas sampai-sampai ayahku terengah-engah merasakan kelihaian permainan mulutku.
Aku tambah bersemangat dan semakin yakin dengan kemampuanku untuk membuatnya segera selesai. Keyakinanku ini ternyata berakibat fatal bagiku. Sudah hampir setengah jam, aku belum melihat tanda-tanda apapun dari ayahku. Aku jadi penasaran, sekaligus merasa tertantang. Suamiku pun yang sudah terbiasa denganku, bila sudah kukeluarkan kemampuan seperti ini pasti takkan bertahan lama. Tapi kenapa dengan ayahku? Apa ia memakai obat kuat?
Saking penasarannya, aku jadi kurang memperhatikan perbuatan ayah padaku. Entah sejak kapan daster tidurku sudah terlepas dari tubuhku. Aku baru sadar ketika ayah berusaha menarik celana dalamku dan itu pun terlambat! Begitu menengok ke bawah, celana itu baru saja terlepas dari ujung kakiku. Aku sudah telanjang bulat! Ya ampun, kenapa kubiarkan semua ini terjadi. Aku menyesal kenapa memulainya. Ternyata kejadiannya tidak seperti yang kurencanakan. Aku terlalu sombong dengan keyakinanku. Kini semuanya sudah terlambat. Berantakan semuanya! Pekikku dalam hati penuh penyesalan.
Situasi semakin tak terkendali. Lagi-lagi aku kecolongan. Ayah dengan lihainya dan tanpa kusadari sudah membalikkan tubuhku hingga berlawanan dengan posisi tubuhnya. Kepalaku berada di bawahnya sementara kepalanya berada di bawahku. Kami sudah berada dalam posisi enam sembilan! Tak lama kemudian kurasakan sentuhan lembut di seputar selangkangan dan memekku. Tubuhku langsung bereaksi dan tanpa sadar aku menjerit lirih. Suka tidak suka, mau tidak mau, kurasakan kenikmatan cumbuan ayahku di sekitar itu. Akh luar biasa! Aku menjerit dalam hati sambil menyesali diri. Aku marah pada diriku sendiri, terutama pada tubuhku sendiri yang sudah tidak mau mengikuti perintah pikiran sehatku.
Tubuhku meliuk-liuk mengikuti irama permainan lidah ayah. Kedua pahaku mengempit kepalanya seolah ingin membenamkan wajah itu ke dalam selangkanganku. Kuakui ia memang pandai membuat birahiku memuncak. Kini aku sudah lupa dengan siasat semula. Aku sudah terbawa arus. Aku malah ingin mengimbangi permainannya. Mulutku bermain dengan lincah. Batangnya kukempit dengan buah dadaku yang membusung penuh dan masih kenyal.
Sementara kontol itu bergerak di antara buah dadaku, mulutku tak pernah lepas mengulumnya. Tanpa kusadari kami saling mencumbu bagian vital masing-masing selama lima belas menit. Aku semakin yakin kalau ayah memakai obat kuat. Ia sama sekali belum memperlihatkan tanda-tanda akan keluar, sementara aku sudah mulai merasakan desiran-desiran kuat bergerak cepat ke arah pusat kewanitaanku. Jilatan dan hisapan mulut ayah benar-benar membuatku tak berdaya. Aku semakin tak terkendali. Pinggulku meliuk-liuk liar. Tubuhku mengejang, seluruh aliran darah serasa terhenti dan aku tak kuasa untuk menahan desakan kuat gelombang lahar panas yang mengalir begitu cepat.
“Auugghh..!” aku menjerit lirih begitu aliran itu mendobrak pertahananku.
Aku Disetubuhi Ayah Saat Tidur Cerita NYATA
4/
5
Oleh
Unknown