Jumat, 15 September 2017

Cerita Selingkuh Naksir Rita Dapat Ibunya



Cerita Selingkuh Naksir Rita Dapat Ibunya Waktu itu saya Ronny masih tetap kuliah serta saya memiliki rekan karib namanya Mona, dari Sumatera, dia menumpang dirumah tantenya. Kebetulan pada saya serta Mona memiliki kegemaran yang sama, naik gunung, lintas alam, atletik, lempar lembing. Saya seringkali berkunjung ke tempat tinggalnya, semakin lama semakin seringkali. Karna saya juga naksir sama Rita, adik sepupu Mona atau anak tantenya. Walaupun saya telah jadi akrab dengan keluarganya, namun Rita tidak kunjung kupacari. 


Sesudah usai SMA Mona meneruskan studi di Kota beda, namun saya berusaha untuk berkunjung ke tempat tinggal Rita, namun tidak sering ketemu. Tetapi perjalanan saat memastikan beda untuk Rita, ayahnya yang wakil rakyat itu wafat. Saat ini ibunya mencari nafkah sendiri dengan memegang sebagian perusahaannya yang memanglah telah dirintis cukup lama, sebelumnya dipilih jadi wakil rakyat. Keinginanku memacari Rita tetaplah berada di dada, meskipun waktu saya bertandang, malah bu Ita (ibunya Rita/tantenya Mona) yang seringkali menemuiku. karna Rita ada aktivitas di Jakarta, berkenaan dengan keikutsertaannya dalam sekolah presenter di satu stasion teve swasta disana. Namun sesungguhnya bila ingin jujur Rita masih tetap kalah dengan ibunya. Bu Ita lebih cantik., kulitnya lebih putih bersih, dewasa serta tenang karakternya. Sesaat Rita agak sawo masak, nurun ayahnya kali? Kalau Rita seperti ibunya : tenang karakternya, keibuan serta penuh perhatian, baik juga. 


Saat ini, dirumah yang cukup elegan itu cuma ada bu Ita serta seseorang pembantu. Mona telah tidak di situ, sesaat Rita sekolah di ibukota, paling-paling satu minggu pulang. Pada akhirnya saya diminta bu Ita untuk menolong jadi karyawan tidak tetaplah mengelola perusahaannya. Untungnya saya mempunyai kekuatan di bagian computer serta manajemennya, yang saya jalani mulai sejak SMA. Sesudah ketahui manajemen perusahaan bu Ita lantas saya menawari program akuntansi serta keuangan dengan computer, serta bu Ita sepakat bahkan juga suka. Berencana hitung cost project yang dikerjakan perusahaannya, dll. Saya suka pada pekerjaan ini. Yang pasti dapat menaikkan uang saku saya, dapat untuk menolong kuliah, yang waktu itu baru semester dua. Bu Ita berikan honor lebih dari cukup menurut ukuran saya. Pegawai bu Ita ada tiga cewek di kantor, lebih saya, belum juga termasuk juga di lapangan. Saya seringkali bekerja sesudah kuliah, sore sampai malam hari, datang mendekati pegawai yang beda pulang. Itupun bila ada project yang perlu ditangani. Part time demikian. Untuk saya ini cuma kerja sampingan namun dapat menaikkan pengalaman. 


Karna hubungan kerja pada majikan serta pegawai, hubungan saya dengan bu Ita makin akrab. Awal mulanya sich umum saja, lambat-laun seperti teman dekat, sharing, dsb. Saya seringkali dinasehati, bahkan juga karena sangat akrabnya, bercanda, saya seringkali pegang tangannya, mencium tangan, sudah pasti tanpa ada di ketahui rekanan kerja yang beda. Serta rupanya dia suka. Namun saya tetaplah melindungi kesopanan. Pengalaman ini yang mendebarkan jantungku, betapapun serta siapa saja bu Ita, dia dapat menggetarkan dadaku. Meskipun telah cukup usia wanita ini tetaplah jelita. Saya sangka siapa saja orangnya tentu menyebutkan orang ini cantik bahkan juga cantik sekali. Basic pintar menjaga badan, karna ada dana karenanya, rajin fitnees, dirumah disiapkan perlengkapannya. Bila tengah fitnees menggunakan baju fitnees ketat begitu enak dilihat. Ini telah saya kenali mulai sejak saya SMA dahulu, namun karna saya kepingin mendekati Rita, hal tersebut saya kesampingkan. Data-data pribadi bu Ita saya ketahui benar karna seringkali kerjakan biodata terkait dengan sebagian projectnya. Tingginya 161 cm, usianya waktu cerita ini berlangsung 37 th., lima bulan serta berat tubuhnya 52 kg. Cukup baik. 


Disuatu hari saya lembur, karna ada pekerjaan project serta paginya mesti didaftarkan untuk diikutkan tender. Jam 22. 00 pekerjaan belum juga usai, namun saya agak terhibur bu Ita ingin temaniku, sembari mengecek pekerjaanku. Dia cukup cermat. Bila kerja lembur begini ia jadi seringkali bercanda. Bahkan juga bila minumanku habis dia tidak beberapa enggan yang menuang kembali, saya jadi jadi kikuk. Dia tidak malas pegang tanganku, mencubit, tetapi saya tidak berani membalas. Terlebih apabila tengah mencubit dadaku saya sekalipun akan tidak membalas. Serta yang cukup kejutan tanpa ada sangsi memijit-pijit bahuku dari belakang. 


“Capek ya..? Saya pijit, nih”, tuturnya. Saya cuma tersenyum, dalam hati suka juga, dipijit janda cantik. Terlebih yang kurasakan dadanya, tentu teteknya menyenggol kepalaku sisi belakang, saya rasakan nyaman juga. Lama-lama pipiku berniat saya pepetkan dengan tangannya yang mulus, dia diam saja. Dia membalas membelai-belai daguku, yang tanpa ada rambut itu. Saya jadi cukup suka. Nyaris jam 23. 00 baru usai semuanya pekerjaan, saya bersihkan kantor serta masih tetap dibantu bu Ita. Wah wanita ini benar-benar seseorang pekerja keras, gumanku dalam hati. 


Saya bersiap-siap untuk pulang, namun dibuatkan kopi, jadi kembali minum. “Kamu telah miliki pacar Ron? ”“Belum Bu”, jawabku“Masa.., tentu anda telah miliki. Cewek mana yang tidak ingin dengan cowok ganteng”, katanya“Belum Bu, benar-benar kok”, kataku sekali lagi. Kami duduk bersebelahan di sofa ruangan tengah, dengan penerangan yang agak redup. Tak tahu siapa yang mendahului, kami berdua sama-sama berpegangan tangan sama-sama meremas lembut. Yang pasti awal mulanya saya berniat menyenggol tangannya… 


Mungkin saja karna terikut situasi malam yang dingin serta situasi ruang yang syahdu, serta terdengar nada mobil melintas di jalan raya dan sayup-sayup nada binatang malam, saya serta bu Ita tenggelam terikut oleh situasi romantis. Bu Ita yang malam itu menggunakan gaun warna hitam serta sedikit motif bunga ungu. Begitu kontras dengan warna kulitnya yang putih bersih. Wanita entrepreneur ini semakin mendekatkan badannya ke arahku. Dalam keadaan yang baru saya alami ini saya jadi begitu kikuk serta canggung, namun anehnya nafasku semakin memburu, kejar-kejaran serta bergelora seperti gemuruh ombak di Pelabuhan Ratu. Saya jadi bergemetaran, serta tidak dapat banyak berbuat, walaupun tanganku tetaplah memegang tangannya. “Dingin ya Ron..?! ”, tuturnya sendu. Sesaat tangan kiriku ditarik serta mendekap lengan kirinya yang memanglah tanpa ada lengan baju itu. “Ya, Bu dingin sekali”, jawabku. Merasa dingin, sesaat tangannya juga merangkul pinggangku. Bau wewanginan semerbak di sekitaran, saya duduk, menaikkan situasi romantis“Kalau ketahuan Darti (pembantunya), bagaimana Bu? ”, kataku gemetar. “Darti akan tidak masuk kesini, pintunya terkunci”, tuturnya. Saya jadi aman. Lantas saya coba mengecup kening wanita lincah ini, dia tersenyum lantas dia menengadahkan berwajah. Tanpa ada diajari atau diperintah oleh siapa saja, kukecup bibir indahnya. Dia menyongsong dengan senyuman, kami sama-sama berciuman bibir sama-sama melumat bibir, lidah kami berjumpa berburu mencari kesenangan di tiap-tiap bebrapa pojok bibir serta rongga mulut semasing. Tangankupun mulai meraba-raba badan sintal bu Ita, diapun tidak kalah meraba-raba punggungku serta bahkan juga menyelinap di balik kaosku. Saya jadi makin terangsang dalam permainan yang indah ini. 

Sejenak jeda, kami saling berpandangan dia tersenyum manis bahkan amat manis, dibanding waktu-waktu sebelumnya. Kami berangkulan kembali, seolah-olah dua sejoli yang sedang mabuk asmara sedang bermesraan, padahal antara majikan dan pegawainya. Dia mulai mencumi leherku dan menggigit lembut semantara tanganku mulai meraba-raba tubuhnya, pertama pantatnya, kemudian menjalar ke pinggulnya.“Sejak kamu kesini dengan Mona dulu, saya sudah berpikir: “Ganteng banget ini anak!””, katanya setengah berbisik.“Ah ibu ada-ada saja”, kataku mengelak walaupun saya senang mendapat sanjungan.“Saya tidak merayu, sungguh”, katanya lagi.Kami makin merangsek bercumbu, birahiku makin menanjak naik, dadaku semakin bergetar, demikian juga dada bu Ita. Diapun nampak bergetaran dan suaranya agak parau.


Kemudian saya beranjak, berdiri dan menarik tangan bu Ita yang supaya ikut berdiri. Dalam posisi ini dia saya dekap dengan hangatnya. Hasrat kelakianku menjadi bertambah bangkit dan terasa seakan membelah celana yang saya pakai. Lalu saya bimbing dia ke kamarnya, bagai kerbau dicocok hidungnya bu Ita menurut saja. Kami berbaring bersama di spring bed, kembali kami bergumul saling berciuman dan becumbu.“Gimana kalau saya tidur di sini saja, Bu”, pintaku lirih.Ia berpikir sejenak lalu mengangguk sambil tersenyum. Kemudian dia beranjak menuju lemari dan mengambil pakaian sambil menyodorkan kepada saya.“Ini pakai punyaku”, dia menyodorkan pakaian tidur.Lalu aku melorot celana panjangku dan kaos kemudian memakai kimononya.


Aku menjadi terlena. Dalam dekapannya aku tertidur. Baru sekitar setengah jam saya terbangun lagi. Dalam kondisi begini, jelas aku susah tidur. Udara terasa dingin, saya mendekapnya makin kencang. Dia menyusupkan kaki kanannya di selakangan saya. Penisku makin bergerak-gerak, sementara cumbuan berlangsung, penisku semakin menjadi-jadi kencangnya, yang sesungguhnya sejak tadi di sofa.


Aku berpikir kalau sudah begini bagaimana? Apakah saya lanjutkan atau diam saja? Lama aku berfikir untuk mengatakan tidak! Tapi tidak bisa ditutupi bahwa hasrat, nafsu birahiku kuat sekali yang mendorong melonjak-lonjak dalam dadaku bercampur aduk sampai kepada ubun-ubunku. Walaupun aku diamkan beberapa saat, tetap saja kejaran libido yang terasa lebih kuat. Memang saya sadar, wanita yang ada didekapanku adalah majikanku, tantenya Mona, mamanya Rita, tapi sebagai pria normal dan dewasa aku juga merasakan kenikmatan bibir dan rasa perasaan bu Ita sebagai wanita yang sintal, cantik dan mengagumkan. Sedikitnya aku sudah merasakan kehangatannya tubuhnya dan perasaannya, meski pengalaman ini baru pertama kali kualami.


Aku tak kuasa berkeputusan, dalam kondisi seperti ini aku semakin bergemetaran, antara mengelak dan hasrat yang menggebu-gebu. Aku perhatikan wajahnya di bawah sorot lampu bed, sengaja saya lihat lama dari dekat, wajahnya memancarkan penyerahan sebagai wanita, di depan lelaki dewasa. Pelan-pelan tanganku menyusup di balik gaunnya, meraba pahanya dia mengeliat pelan, saya tidak tahu apakah dia tidur atau pura-pura tidur. Aku cium lembut bibirnya, dan dia menyambutnya. Berarti dia tidak tidur. Ku singkap gaun tidurnya kemudian kulepas, dia memakai beha warna putih dan cedenya juga putih. Aku menjadi tambah takjub melihat kemolekan tubuh bu Ita, putih dan indah banget. Ku raba-raba tubuhnya, dia mengeliat geli dan membuka matanya yang sayu. Jari-jari lentiknya menyusup ke balik baju tidur yang kupakai dan menarik talinya pada bagian perutku, lalu pakaianku terlepas. Kini akupun hanya pakai cede saja.“Kamu ganteng banget, Ron, tinggi badanmu berapa, ya?”, bisiknya. Saya tersenyum senang.“Makasih. Ada 171. Bu Ita juga cantik sekali”, mendengar jawabanku, dia hanya tersenyum.


Aku berusaha membuka behanya dengan membuka kaitannya di punggungnya, kemudian keplorotkan cedenya sehingga aku semakin takjub melihat keindahan alam yang tiada tara ini. Hal ini menjadikan dadaku semakin bergetar. Betapa tidak?! Aku berhadapan langsung dengan wanita tanpa busana yang bertubuh indah, yang selama ini hanya kulihat lewat gambar-gambar orang asing saja. Kini langsung mengamati dari dekat sekali bahkan bisa meraba-raba. Wanita yang selama ini saya lihat berkulit putih bersih hanya pada bagian wajah, bagian kaki dan bagian lengan ini, sekarang tampak seluruhnya tiada yang tersisa. Menakjubkan! Darahku semakin mendidih, melihat pemandangan nan indah itu. Di saat saya masih bengong, pelan-pelan aku melorot cedeku, saya dan bu Ita sama-sama tak berpakaian. Penisku benar-benar maksimal kencangnya. Kami berdua berdekapan, saling meraba dan membelai. Kaki kami berdua saling menyilang yang berpangkal di selakangan, saling mengesek. Penisku yang kencang ikut membelai paha indah bu Ita. Sementara itu ia membelai-belai lembut penisku dengan tangan halusnya, yang membawa efek nikmat luar biasa.generasiTanganku membela-belai pahanya kemudian kucium mulai dari lutut merambat pelan ke pangkal pahanya. Ia mendesah lembut. Dadaku makin bergetaran karena kami saling mencumbu, aku meraba selakangannya, ada rerumputan di sana, tidak terlalu lebat jadi enak dipandang. Dia mengerang lembut, ketika jemariku menyentuh bibir vaginanya. Mulutku menciumi payudaranya dengan lembut dan mengedot puntingnya yang berwarna coklat kemerah-merahan, lalu membenamkan wajahku di antara kedua susunya. Sementara tangan kiriku meremas lembut teteknya. Desisan dan erangan lembut muncul dari mulut indahnya. Aku semakin bernafsu walau tetap gemetaran. Tanganku mulai aktif memainkan selakangannya, yang ternyata basah itu. Saya penasaran, lalu kubuka kedua pahanya, kemudian kusingkap rerumputan di sekitar kewanitaannya. Bagian-bagian warna pink itu aku belai-belai dengan jemariku. Klitorisnya, ku mainkan, menyenangkan sekali. Bu Ita mengerang lembut sambil menggerakkan pelan kaki-kakinya. Lalu jariku kumasukkan keterowongan pink tersebut dan menari-nari di dalamnya. Dia semakin bergelincangan. Kelanjutannya ia menarikku.“Ayo Ron”aku tak tahan”, katanya berbisikDan merangkulku ketat sekali, sehingga bagian yang menonjol di dadanya tertekan oleh dadaku.


Aku mulai menindih tubuh sintal itu, sambil bertumpu pada kedua siku-siku tanganku, supaya ia tidak berat menompang tubuhku. Sementara itu senjataku terjepit dengan kedua pahanya. Dalam posisi begini saja enaknya sudah bukan main, getaran jantungku makin tidak teratur. Sambil menciumi bibirnya, dan lehernya, tanganku meremas-remas lembut susunya. Penisku menggesek-gesek sekalangannya, ke arah atas (perut), kemudian turun berulang-ulang Tak lama kemudian kakinya direnggangkan, lalu pinggul kami berdua beringsut, untuk mengambil posisi tepat antara senjataku dengan lubang kewanitaannya. Beberapa kali kami beringsut, tapi belum juga sampai kepada sasarannya. Penisku belum juga masuk ke vaginanya“Alot juga”, bisikku. Bu Ita yang masih di bawahku tersenyum.“Sabar-sabar”, katanya. Lalu tangannya memegang penisku dan menuntun memasukkan ke arah kewanitaannya.“Sudah ditekan… pelan-pelan saja”, katanya. Akupun menuruti saja, menekan pinggulku…“Blesss”, masuklah penisku, agak seret, tapi tanpa hambatan. Ternyata mudah! Pada saat masuk itulah, rasa nikmatnya amat sangat. Seolah aku baru memasuki dunia lain, dunia yang sama sekali baru bagiku. Aku memang pernah melihat film orang beginian, tetapi untuk melakukan sendiri baru kali ini. Ternyata rasanya enak, nyaman, mengasyikkan. Wonderful! Betapa tidak, dalam usiaku yang ke 23, baru merasakan kehangatan dan kenikmatan tubuh wanita.


Gerakanku mengikuti naluri lelakiku, mulai naik-turun, naik-turun, kadang cepat kadang lambat, sambil memandang ekspresi wajah bu Ita yang merem-melek, mulutnya sedikit terbuka, sambil keluar suara tak disengaja desah-mendesah. Merasakan kenikmatannya sendiri.“Ah… uh… eh… hem””Ketika aku menekankan pinggulku, dia menyambut dengan menekan pula ke atas, supaya penisku masuk menekan sampai ke dasar vaginanya. Getaran-getaran perasaan menyatu dengan leguhan dan rasa kenikmatan berjalan merangkak sampai berlari-lari kecil berkejar-kejaran. Di tengah peristiwa itu bu Ita berbisik“Kamu jangan terlalu keburu nafsu, nanti kamu cepat capek, santai saja, pelan-pelan, ikuti iramanya”, ketika saya mulai menggenjot dengan semangatnya.“Ya Bu, maaf”, akupun menuruti perintahnya.


Lalu aku hanya menggerakkan pinggulku ala kadarnya mengikuti gerakan pinggulnya yang hanya sesekali dilakukan. Ternyata model ini lebih nyaman dan mudah dinikmati. Sesekali kedua kakinya diangkat dan sampai ditaruh di atas bahuku, atau kemudian dibuka lebar-lebar, bahkan kadang dirapatkan, sehingga terasa penisku terjepit ketat dan semakin seret. Gerak apapun yang kami lakukan berdua membawa efek kenikmatan tersendiri. Setelah lebih dari sepuluh menit , aku menikmati tubuhnya dari atas, dia membuat suatu gerakan dan aku tahu maksudnya, dia minta di atas.


Aku tidur terlentang, kemudian bu Ita mengambil posisi tengkurap di atasku sambil menyatukan alat vital kami berdua. Bersetubuhlah kami kembali.Ia memasukkan penisku rasanya ketat sekali menghujam sampai dalam. Sampai beberapa saat bu Ita menggerakkan pinggulnya, payudaranya bergelantungan nampak indah sekali, kadang menyapu wajahku. Aku meremas kuat-kuat bongkahan pantatnya yang bergoyang-goyang. Payudaranya disodorkan kemulutku, langsung kudot. Gerakan wanita berambut sebahu ini makin mempesona di atas tubuhku. Kadang seperti orang berenang, atau menari yang berpusat pada gerakan pinggulnya yang aduhai. Bayang-bayang gerakan itu nampak indah di cermin sebelah ranjang. Tubuh putih nan indah perempuan setengah baya menaiki tubuh pemuda agak coklat kekuning-kuningan. Benar-benar lintas generasi!


Adegan ini berlangsung lebih dari lima belas menit, kian lama kian kencang dan cepat, gerakannya. Nafasnya kian tidak teratur, sedikit liar. Kayak mengejar setoran saja. Tanganku mempererat rangulanku pada pantat dan pinggulnya, sementara mulutku sesekali mengulum punting susunya. Rasanya enak sekali. Setelah kerja keras majikanku itu mendesah sejadi-jadinya”“Ah… uh, eh… aku, ke.. luaar..Ron..”, rupanya ia orgasme.Puncak kenikmatannya diraihnya di atas tubuhku, nafasnya berkejar-kejaran, terengah-engah merasakan keenakan yang mencapai klimaknya. Nafasnya berkejar-kejaran, gerakannya lambat laun berangsur melemah, akhirnya diam. Ia menjadi lemas di atasku, sambil mengatur nafasnya kembali. Aku mengusap-usap punggung mulusnya. Sesekali ia menggerak-gerakkan pinggulnya pelan, pelan sekali, merasakan sisa-sisa puncak kenikmatannya. Beberapa menit dia masih menindih saya.


Setelah pulih tenaganya, dia tidur terlentang kembali, siap untuk saya tembak lagi. Kini giliran saya menindihnya, dan mulai mengerjakan kegiatan seperti tadi. Gerakan ku pelan juga, dia merangkul aku. Naik turun, keluar masuk. Saat masuk itulah rasa nikmat luar biasa, apalagi dia bisa menjepit-jepit, sampai beberapa kali. Sungguh aku menikmati seluruhnya tubuh bu Ita. Ruaar biasa! Tiba-tiba suatu dorongan tenaga yang kuat sampai diujung senjataku, aliran darah, energi dan perasaan terpusat di sana, yang menimbulkan kekuatan dahsyat tiada tara. Energi itu menekan-nekan dan memenuhi lorong-lorong rasa dan perasaan, saling memburu dan kejar-kejaran. Didorong oleh gairah luar biasa, menimbulkan efek gerakan makin keras dan kuat menghimpit tubuh indah, yang mengimbangi dengan gerakan gemulai mempesona. Akhirnya tenaga yang menghentak-hentak itu keluar membawa kenikmatan luar biasa”, suara tak disengaja keluar dari mulut dua insan yang sedang dilanda kenikmatan. Air maniku terasa keluar tanpa kendali, menyemprot memenuhi lubang kenikmatan milik bu Ita.“Ahh… egh… egh… uhh”, suara kami bersaut-sahutan.Bibir indah itu kembali kulumat makin seru, diapun makin merapatkan tubuhnya terutama pada bagian bawah perutnya, kuat sekali. Menyatu semuanya,“Aku” keluar Bu”, kataku terengah-engah.“Aku juga Ron”, suaranya agak lemah.“Lho keluar lagi, tadi kan sudah?! Kok bisa keluar lagi?!”, tanyaku agak heran.“Ya, bisa dua kali”, jawabnya sambil tersenyum puas.


Kami berdua berkeringat, walau udara di luar dingin. Rasanya cukup menguras tenaga, bagai habis naik gunung saja, lempar lembing atau habis dari perjalanan jauh, tapi saya masih bisa merasakan sisa-sisa kenikmatan bersama. Selang beberapa menit, setelah kenikmatan berangsur berkurang, dan terasa lembek, saya mencabut senjataku dan berbaring terlentang di sisinya sambil menghela nafas panjang. Puas rasanya menikmati seluruh kenikmatan tubuhnya. Perempuan punya bentuk tubuh indah itupun terlihat puas, seakan terlepas dari dahaganya, yang terlihat dari guratan senyumnya. Saya lihat selakangannya, ada ceceran air maniku putih kental meleleh di bibir vaginanya bahkan ada yang di pahanya. Pengalaman malam itu sangat menakjubkan, hingga sampai berapa kali aku menaiki bu Ita, aku lupa. Yang jelas kami beradu nafsu hampir sepanjang malam dan kurang tidur.


Keesokan harinya. Busa-busa sabun memenuhi bathtub, aku dan bu Ita mandi bersama, kami saling menyabun dan menggosok, seluruh sisi-sisi tubuhnya kami telusuri, termasuk bagian yang paling pribadi. Yang mengasyikkan juga ketika dia menyabun penisku dan mengocok-kocok lembut. Saya senang sekali dan sudah barang tentu membawa efek nikmat.“Saya heran barang ini semalaman kok tegak terus, kayak tugu Monas, besar lagi. Ukuran jumbo lagi?!”, katanya sambil menimang-nimang tititku.“Kan Ibu yang bikin begini?!”, jawabku. Kami tersenyum bersama.


Sehabis mandi, kuintip lewat jendela kamar, Darti sedang nyapu halaman depan, kalau aku keluar rumah tidak mungkin, bisa ketahuan. Waktu baru pukul setengah enam. Tetapi senjata ini belum juga turun, tiba-tiba hasrat lelakiku kembali bangkit kencang sekali. Kembali meletup-letup, jantung berdetak makin kencang. Lagi-lagi aku mendekati janda yang sudah berpakaian itu, dan kupeluk, kuciumi. Saya agak membungkuk, karena aku lebih tinggi. Bau wewangian semerbak disekujur tubuhnya, rasanya lebih fresh, sehabis mandi. Lalu ku lepas gaunnya, ku tanggalkan behanya dan kuplorotkan cedenya. Kami berdua kembali berbugil ria dan menuju tempat tidur. Kedua insan lelaki perempuan ini saling bercumbu, mengulangi kenikmatan semalam.


Ia terbaring dengan manisnya, pemandangan yang indah paduan antara pinggul depan, pangkal paha, dan rerumputan sedikit di tengah menutup samara-samar huruf “V”, tanpa ada gumpalan lemaknya. Aku buka dengan pelan kedua pahanya. Aku ciumi, mulai dari lutut, kemudian merambat ke paha mulusnya. Sementara tangannya mengurut-urut lembut penisku. Tubuhku mulai bergetaran, lalu aku membuka selakangannya, menyibakkan rerumputan di sana. Aku ingin melihat secara jelas barang miliknya. Jariku menyentuh benda yang berwarna pink itu, mulai bagian atas membelai-belainya dengan lembut, sesekali mencubit dan membelai kembali. Bu Ita bergelincangan, tangannya makin erat memegang tititku. Kemudian jariku mulai masuk ke lorong, kemudian menari-nari di sana, seperti malam tadi. Tapi bibir, dan terowongan yang didominasi warna pink ini lebih jelas, bagai bunga mawar yang merekah. Beberapa saat aku melakukan permainan ini, dan menjadi paham dan jelas betul struktur kewanitaan bu Ita, yang menghebohkan semalam.


Gelora nafsu makin menggema dan menjalar seantero tubuh kami, saling mencium dan mencumbu, kian memanas dan berlari kejar-kejaran. Seperti ombak laut mendesir-desir menerpa pantai. Tiada kendali yang dapat mengekang dari kami berdua. Apalagi ketika puncak kenikmatan mulai nampak dan mendekat ketat. Sebuah kejutan, tanpa aku duga sebelumnya penisku yang sejak tadi di urut-urut kemudian dikulum dengan lembutnya. Pertama dijilati kepalanya, lalu dimasukkan ke rongga mulutnya. Rasanya saya diajak melayang ke angkasa tinggi sekali menuju bulan. Aku menjadi kelelahan. Sesi berikutnya dia mengambil posisi tidur terlentang, sementara aku pasang kuda-kuda, tengkurap yang bertumpu pada kedua tangan saya. Saya mulai memasukkan penisku ke arah lubang kewanitaan bu Ita yang tadi sudah saya “pelajari” bagian-bagiannya secara seksama itu. Benda ini memang rasanya tiada tara, ketika kumasukkan, tidak hanya saya yang merasakan enaknya penetrasi, tetapi juga bu Ita merasakan kenikmatan yang luar biasa, terlihat dari ekpresi wajahnya, dan desahan lembut dari mulutnya.“Ah”, desahnya setiap aku menekan senjataku ke arah selakangannya, sambil menekankan pula pinggulnya ke arah tititku. Kami berdua mengulangi mengarungi samodra birahi yang menakjubkan, pagi itu.


Semuanya sudah selesai, aku keluar rumah sekitar pukul setengah delapan, saat Darti mencuci di belakang. Dalam perjalanan pulang aku termenung, Betapa kejadian semalam dapat berlangsung begitu cepat, tanpa liku-liku, tanpa terpikirkan sebelumnya. Sebuah wisata seks yang tak terduga sebelumnya. Kenikmatan yang kuraih, prosesnya mulus, semulus paha bu Ita. Singkat, cepat dan mengalir begitu saja, namun membawa kenikmatan yang menghebohkan. Betapa aku bisa merasakan kehangatan tubuh bu Ita secara utuh, orang yang selama ini menjadi majikanku. Menyaksikan rona wajah bu Ita yang memerah jambu, kepasrahannya dalam ketelanjangannya, menunjukkan kedagaan seorang wanita yang mebutuhkan belaian dan kehangatan seorang pria.


Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, si kumbang muda makin sering mendatangi bunga untuk mengisap madu. Dan bunga itu masih segar saja, bahkan rasanya makin segar menggairahkan. Memang bunga itu masih mekar dan belum juga layu, atau memang tidak mau layu.

Related Posts

Cerita Selingkuh Naksir Rita Dapat Ibunya
4/ 5
Oleh