Rabu, 20 Desember 2017

Bercinta dengan guru bahasa inggris Kami berpelukan, berciuman, dan saling meremas lagi

Bercinta dengan guru bahasa inggris Kami berpelukan, berciuman, dan saling meremas lagi Searah dengan saat, saat ini saya dapat kuliah di kampus hasratku. Namaku Jack, saat ini saya tinggal di Yogyakarta dengan sarana yang begitu sangat baik. Kupikir saya cukup mujur dapat bekerja sembari kuliah hingga saya memiliki pendapatan tinggi. 





Bermula dari reuni SMA-ku di Jakarta. Kemudian saya berjumpa dengan guru bhs inggrisku, kami bercakap dengan akrabnya. Nyatanya Ibu Shinta masih tetap fresh bugar serta sangat menggairahkan. Penampilannya sangat menarik, menggunakan rok mini yang ketat, kaos top tank hingga lekuk badannya terlihat demikian terang. Terang saja dia masih tetap muda sebab pada saat saya SMA dahulu dia yaitu guru termuda yang mengajar di sekolah kami. Sekolahku itu hanya terbagi dalam dua kelas, umumnya siswanya yaitu wanita. Cukup lama saya bercakap dengan Ibu Shinta, kami rupanya tidak sadar saat jalan secara cepat hingga beberapa undangan mesti pulang. Lantas kami juga jalan munuju ke pintu gerbang sembari menyusuri ruangan kelas tempatku belajar saat SMA dahulu. 





Mendadak Ibu Shinta teringat kalau tasnya ketinggalan didalam kelas sehinga kami sangat terpaksa kembali pada kelas. Saat itu kurang lebih nyaris jam dua belas malam, tinggal kami berdua. Lampu-lampu di dalam lapangan saja yang tersisa. Sesampainya di kelas, Ibu Shinta juga ambil tasnya lalu saya teringat juga akan waktu dulu bagaimana rasa-rasanya di kelas dengan rekan-rekan. Lamunanku buyar saat Ibu Shinta menyebutku. 





“Kenapa Jack”“Ah.. tidak apa-apa”, jawabku. (sebenarnya situasi hening serta sangat merinding itu buat keinginanku naik-turun terlebih ada Ibu Shinta di sampingku, buat jantungku senantiasa berdebar-debar). “Ayo Jack kita pulang, kelak Ibu kehabisan angkutan”, kata Ibu Shinta. “Sebaiknya Ibu saya antar saja dengan mobil saya”, jawabku dengan bebrapa sangsi. “Terima kasih Jack”. 





Tanpa ada berniat saya mengungkapkan isi hatiku pada Ibu Shinta kalau saya sukai padanya, “Oh my God what i’m doing”, dalam hatiku. Nyatanya kondisi berkata beda, Ibu Shinta terdiam saja serta segera keluar dari ruangan kelas. Saya cemas serta berupaya mohon maaf. Ibu Shinta nyatanya telah cerai dengan suaminya yang bule itu, tuturnya suaminya pulang ke negaranya. Saya tertegun dengan pernyataan Ibu Shinta. Kami berhenti sesaat dimuka kantornya lantas Ibu Shinta keluarkan kunci serta masuk ke kantornya, kupikir untuk apa masuk kedalam kantornya malam-malam begini. Saya makin penasaran lantas masuk serta punya maksud mengajaknya pulang tapi Ibu Shinta menampik. Saya terasa tidak enak lantas menunggunya, kurangkul pundak Ibu Shinta, secara cepat Ibu Shinta akan menampik namun ada peristiwa yang tidak terduga, Ibu Shinta menciumku serta saya juga membalasnya. 





Ohh.., alangkah sukanya saya ini, lantas secara cepat saya menciumnya dengan semua kegairahanku yang terpendam. Nyatanya Ibu Shinta tidak ingin kalah, ia menciumku dengan keinginan yang begitu besar menginginkan kehangatan dari seseorang pria. Dengan berniat saya menyusuri dadanya yang besar, Ibu Shinta terengah hingga ciuman kami jadi bertambah panas lalu berlangsung pergumulan yang begitu seru. Ibu Shinta memainkan tangannya ke arah batang kemaluanku hingga saya begitu terangsang. Lantas saya memohon Ibu Shinta buka pakaiannya, satu persatu kancing pakaiannya dibukanya dengan lembut, kutatap dengan penuh keinginan. Nyatanya sangkaanku salah, dadanya yang kusangka kecil nyatanya sangat besar serta indah, BH-nya berwarna hitam berenda yang jenisnya sangat seksi. 





Karna tidak sabar jadi kucium lehernya serta saat ini Ibu Shinta 1/2 telanjang, saya tidak ingin segera menelanjanginya, hingga perlahan kunikmati keindahan badannya. Saya juga buka baju hingga tubuhku yang tegap serta atletis menghidupkan gairah Ibu Shinta, “Jack kukira Ibu ingin bercinta denganmu saat ini.., Jack, tutup pintunya dahulu dong”, bisiknya dengan nada agak bergetar, mungkin saja menahan birahinya yang mulai naik. 





Tanpa ada diminta 2 x, secepat kilat saya selekasnya tutup pintu depan. Pasti supaya kondisi aman serta teratasi. Kemudian saya kembali pada Ibu Shinta. Saat ini saya jongkok di depannya. Mengungkap rok mininya serta merenggangkan ke-2 kakinya. Wuih, begitu mulus ke-2 pahanya. Pangkalnya terlihat menggunduk dibungkus celana dalam warna hitam yang sangat minim. Sembari mencium pahanya tanganku menelusup di pangkal pahanya, meremas-remas liang senggamanya serta klitorisnya yang besar. Lidahku semakin naik ke atas. Ibu Shinta menggelinjang kegelian sembari mendesah halus. Pada akhirnya jilatanku hingga di pangkal pahanya. 





“Mau apa kau sshh… sshh”, tanyanya lirih sembari memegangi kapalaku erat-erat. “Ooo… oh.. oh.. ”, desis Ibu Shinta keenakan saat lidahku mulai bermain-main di gundukan liang kenikmatannya. Terlihat dia keenakan walau masih tetap dibatasi celana dalam. 





Serangan juga kutingkatkan. Celananya kulepaskan. Saat ini piranti rahasia kepunyaannya ada dimuka mataku. Kemerahan dengan klitoris yang besar sesuai sama sangkaanku. Di sekitarnya ditumbuhi rambut yg tidak demikian lebat. Lidahku lalu bermain di bibir kemaluannya. Pelan-pelan mulai masuk kedalam dengan beberapa gerakan melingkar yang buat Ibu Shinta semakin keenakan, hingga mesti mengangkat-angkat pinggulnya. “Aahh… Kau pandai sekali. Belajar dari tempat mana hh…” 





Tanpa ada sungkan-sungkan Ibu Shinta mencium bibirku. Lantas tangannya menyentuh celanaku yang menonjol karena batang kemaluanku yang ereksi maksimum, meremas-remasnya sebagian waktu. Begitu lembut ciumannya, walau masih tetap polos. Saya selekasnya menjulurkan lidahku, memainkan di rongga mulutnya. Lidahnya kubelit hingga dia seperti akan tersendak. Awal mulanya Ibu Shinta seperti juga akan memberontak serta melepas diri, tapi tidak kubiarkan. Mulutku seperti menempel di mulutnya. “Uh anda pengalaman sekali ya. Sama siapa? Pacarmu? ”, tanyanya di antara kecipak ciuman yang membara serta mulai liar. Saya tidak menjawab. Tanganku mulai mempermainkan ke-2 payudaranya yang terlihat menggairahkan itu. Agar tidak merepotkanku, BH-nya kulepas. Saat ini dia telanjang dada. Tidak senang, selekasnya kupelorotkan rok mininya. Nah saat ini dia telanjang bulat. Begitu bagus badannya. Padat, kencang serta putih mulus. 





“Nggak adil. Anda harus juga telanjang.. ” Ibu Shinta juga menanggalkan kaos, celanaku, serta paling akhir celana dalamku. Batang kemaluanku yang tegak penuh selekasnya diremas-remasnya. Tanpa ada dikomando kami rebah diatas ranjang, berguling-guling, sama-sama menindih. Saya menunduk ke selangkangannya, mencari pangkal kesenangan kepunyaannya. Tanpa ada ampun sekali lagi mulut serta lidahku menyerang daerah itu dengan liar. Ibu Shinta mulai keluarkan jeritan-jeritan tertahan menahan nikmat. Nyaris lima menit kami nikmati permainan itu. Setelah itu saya merangkak naik. Menyorongkan batang kemaluanku ke mulutnya. 





“Gantian dong.. ” Tanpa ada menanti jawabannya selekasnya kumasukkan batang kemaluanku ke mulutnya yang mungil. Awal mulanya agak kesusahan, namun lama-lama dia dapat beradaptasi hingga tidak lama batang kemaluanku masuk ke rongga mulutnya. “Justru di situ enaknya.., Sampai kini sama suami main seksnya bagaimana? ”, tanyaku sembari menciumi payudaranya. Ibu Shinta tidak menjawab. Dia jadi mencium bibirku dengan penuh gairah. Tanganku juga dengan bertukaran memainkan ke-2 payudaranya yang kenyal serta selangkangannya yang mulai basah. Saya tahu, wanita itu telah kepengin disetubuhi. Tetapi saya berniat membiarkan dia jadi penasaran sendiri. 





Namun lama-lama saya tidak tahan juga, batang kemaluanku juga telah menginginkan selekasnya menggenjot liang kenikmatannya. Pelan-pelan saya mengarahkan barangku yang kaku serta keras itu ke arah selangkangannya. Saat mulai menembus liang kenikmatannya, kurasakan badan Ibu Shinta agak gemetar. “Ohh…”, desahnya saat sedikit untuk sedikit batang kemaluanku masuk ke liang kenikmatannya. Sesudah semua barangku masuk, saya selekasnya bergoyang naik turun diatas badannya. Saya semakin terangsang oleh jeritan-jeritan kecil, lenguhan dan ke-2 payudaranya yang turut bergoyang-goyang. 





Tiga menit sesudah kugenjot, Ibu Shinta menjepitkan ke-2 kakinya ke pinggangku. Pinggulnya dinaikkan. Nampaknya dia juga akan orgasme. Genjotan batang kemaluanku kutingkatkan. “Ooo… ahh… hmm… ssshh…”, desahnya dengan badan menggelinjang menahan kesenangan puncak yang diperolehnya. Kubiarkan dia nikmati orgasmenya sebagian waktu. Kuciumi pipi, dahi, serta semua berwajah yang berkeringat. “Sekarang Ibu Shinta berbalik. Menungging diatas meja.., saat ini kita main dong diatas meja ok! ” Saya mengatur tubuhnya serta Ibu Shinta menurut. Dia saat ini bertumpu pada siku serta kakinya. “Gaya apa sekali lagi ini? ”, tanyanya. 





Sesudah siap saya juga mulai menggenjot serta menggoyang badannya dari belakang. Ibu Shinta kembali menjerit serta mendesah rasakan kesenangan yang tidak ada taranya, yang mungkin saja sampai kini belum juga sempat dia peroleh dari suaminya. Sesudah dia orgasme hingga 2 x, kami istirahat. “Capek? ”, tanyaku. “Kamu ini aneh-aneh saja. Hingga ingin remuk tulang-tulangku”. “Tapi kan nikmat Bu.. ”, jawabku sembari kembali meremas payudaranya yang menggemaskan. “Ya deh bila lelah. Tapi tolong lagi, saya pengin masuk supaya spermaku keluar. Nih telah tidak tahan sekali lagi batang kemaluanku. Saat ini Ibu Shinta yang di atas”, kataku sembari mengatur tempatnya. 




Aku terletang dan dia menduduki pinggangku. Tangannya kubimbing agar memegang batang kemaluanku masuk ke selangkangannya. Setelah masuk tubuhnya kunaik-turunkan seirama genjotanku dari bawah. Ibu Shinta tersentak-sentak mengikuti irama goyanganku yang makin lama kian cepat. Payudaranya yang ikut bergoyang-goyang menambah gairah nafsuku. Apalagi diiringi dengan lenguhan dan jeritannya saat menjelang orgasme. Ketika dia mencapai orgasme aku belum apa-apa. Posisinya segera kuubah ke gaya konvensional. Ibu Shinta kurebahkan dan aku menembaknya dari atas. Mendekati klimaks aku meningkatkan frekuensi dan kecepatan genjotan batang kemaluanku. “Oh Ibu Shinta.., aku mau keluar nih ahh..” Tak lama kemudian spermaku muncrat di dalam liang kenikmatannya. Ibu Shinta kemudian menyusul mencapai klimaks. Kami berpelukan erat. Kurasakan liang kenikmatannya begitu hangat menjepit batang kemaluanku. Lima menit lebih kami dalam posisi rileks seperti itu.


Kami berpelukan, berciuman, dan saling meremas lagi. Seperti tak puas-puas merasakan kenikmatan beruntun yang baru saja kami rasakan. Setelah itu kami bangun di pagi hari, kami pergi mencari sarapan dan bercakap-cakap kembali. Ibu Shinta harus pergi mengajar hari itu dan sorenya baru bisa kujemput.


Sore telah tiba, Ibu Shinta kujemput dengan mobilku. Kita makan di mall dan kami pun beranjak pulang menuju tempat parkir. Di tempat parkir itulah kami beraksi kembali, aku mulai menciumi lehernya. Ibu Shinta mendongakkan kepala sambil memejamkan mata, dan tanganku pun mulai meremas kedua buah dadanya. Nafas Ibu Shinta makin terengah, dan tanganku pun masuk di antara kedua pahanya. Celana dalamnya sudah basah, dan jariku mengelus belahan yang membayang. “Uuuhh.., mmmhh..”, Ibu Shinta menggelinjang, tapi gairahku sudah sampai ke ubun-ubun dan aku pun membuka dengan paksa baju dan rok mininya.


Aaahh..! Ibu Shinta dengan posisi yang menantang di jok belakang dengan memakai BH merah dan CD merah. Aku segera mencium puting susunya yang besar dan masih terbungkus dengan BH-nya yang seksi, berganti-ganti kiri dan kanan. Tangan Ibu Shinta mengelus bagian belakang kepalaku dan erangannya yang tersendat membuatku makin tidak sabar. Aku menarik lepas celana dalamnya, dan nampaklah bukit kemaluannya. Akupun segera membenamkan kepalaku ke tengah ke dua pahanya. “Ehhh…, mmmhh..”. Tangan Ibu Shinta meremas jok mobilku dan pinggulnya bergetar ketika bibir kemaluannya kucumbui. Sesekali lidahku berpindah ke perutnya dan menjilatinya dengan perlahan.


“Ooohh.., aduuuhh..”. Ibu Shinta mengangkat punggungnya ketika lidahku menyelinap di antara belahan kemaluannya yang masih begitu rapat. Lidahku bergerak dari atas ke bawah dan bibir kemaluannya mulai membuka. Sesekali lidahku membelai klitorisnya yang membuat tubuh Ibu Shinta terlonjak dan nafas Ibu Shinta seakan tersendak. Tanganku naik ke dadanya dan meremas kedua bukit dadanya. Putingnya membesar dan mengeras. Ketika aku berhenti menjilat dan mengulum, Ibu Shinta tergeletak terengah-engah, matanya terpejam. Tergesa aku membuka semua pakaianku, dan kemaluanku yang tegak teracung ke langit-langit, kubelai-belaikan di pipi Ibu Shinta. “Mmmhh…, mmmhh.., ooohhm..”. Ketika Ibu Shinta membuka bibirnya, kujejalkan kepala kemaluanku, kini iapun mulai menyedot. Tanganku bergantian meremas dadanya dan membelai kemaluannya. “Oouuuh Ibu Shinta.., enaaaak.., teruuuss…”, erangku.


Ibu Shinta terus mengisap batang kemaluanku sambil tangannya mengusap liang kenikmatannya yang juga telah banjir karena terangsang menyaksikan batang kemaluanku yang begitu besar dan perkasa baginya. Hampir 20 menit dia menghisap batang kemaluanku dan tak lama terasa sekali sesuatu di dalamnya ingin meloncat ke luar. “Ibu Shinta.., ooohh.., enaaak.., teruuus”, teriakku. Dia mengerti kalau aku mau keluar, maka dia memperkuat hisapannya dan sambil menekan liang kenikmatannya, aku lihat dia mengejang dan matanya terpejam, lalu.., “Creet.., suuurr.., ssuuur..”


“Oughh.., Jack.., nikmat..”, erangnya tertahan karena mulutnya tersumpal oleh batang kemaluanku. Dan karena hisapannya terlalu kuat akhirnya aku juga tidak kuat menahan ledakan dan sambil kutahan kepalanya, kusemburkan maniku ke dalam mulutnya, “Crooot.., croott.., crooot..”, banyak sekali maniku yang tumpah di dalam mulutnya.


“Aaahkk.., ooough”, ujarku puas. Aku masih belum merasa lemas dan masih mampu lagi, akupun naik ke atas tubuh Ibu Shinta dan bibirku melumat bibirnya. Aroma kemaluanku ada di mulut Ibu Shinta dan aroma kemaluan Ibu Shinta di mulutku, bertukar saat lidah kami saling membelit. Dengan tangan, kugesek-gesekkan kepala kemaluanku ke celah di selangkangan Ibu Shinta, dan sebentar kemudian kurasakan tangan Ibu Shinta menekan pantatku dari belakang. “Ohm, masuk.., augh.., masukin”


Perlahan kemaluanku mulai menyeruak masuk ke liang kemaluannya dan Ibu Shinta semakin mendesah-desah. Segera saja kepala kemaluanku terasa tertahan oleh sesuatu yang kenyal. Dengan satu hentakan, tembuslah halangan itu. Ibu Shinta memekik kecil. Aku menekan lebih dalam lagi dan mulutnya mulai menceracau, “Aduhhh.., ssshh.., iya.., terus.., mmmhh.., aduhhh.., enak.., Jack”


Aku merangkulkan kedua lenganku ke punggung Ibu Shinta, lalu membalikkan kedua tubuh kami sehingga Ibu Shinta sekarang duduk di atas pinggulku. Nampak kemaluanku menancap hingga pangkal di kemaluannya. Tanpa perlu diajari, Ibu Shinta segera menggerakkan pinggulnya, sementara jari-jariku bergantian meremas dan menggosok payudaranya, klitoris dan pinggulnya, dan kamipun berlomba mencapai puncak.


Lewat beberapa waktu, gerakan pinggul Ibu Shinta makin menggila dan iapun membungkukkan tubuhnya dengan bibir kami saling melumat. Tangannya menjambak rambutku, dan akhirnya pinggulnya berhenti menyentak. Terasa cairan hangat membalur seluruh batang kemaluanku. Setelah tubuh Ibu Shinta melemas, aku mendorongnya hingga telentang, dan sambil menindihnya, aku mengejar puncak orgasmeku sendiri. Ketika aku mencapai klimaks, Ibu Shinta tentu merasakan siraman air maniku di liang kenikmatannya, dan iapun mengeluh lemas dan merasakan orgasmenya yang kedua. Sekian lama kami diam terengah-engah, dan tubuh kami yang basah kuyup dengan keringat masih saling bergerak bergesekan, merasakan sisa-sisa kenikmatan orgasme.

Related Posts

Bercinta dengan guru bahasa inggris Kami berpelukan, berciuman, dan saling meremas lagi
4/ 5
Oleh